Pagi ini aku bangun dengan kelelahan yang amat sangat. Padahal semalam baru saja menikmati atraksi sederet musisi dengan nama besar. Sebut saja misalnya: Andra & The Backbone, Nidji, Tulus, juga Barry Likumahua.
Bahkan masih ada Raisa. Si cantik yang baru melahirkan itu seperti biasa tak pernah kehabisan daya tariknya. Dan tentu yang belakangan bikin heboh, Didi Kempot, The Godfather of Brokenheart.
Yang harusnya juga menyenangkan, pentas Jazz Traffic Festival kali ini diselenggarakan di sebuah tempat hiburan besar : Atlantis Land. Nyatanya, perpaduan ini bagiku justru jadi 'melelahkan'.
Bukan hanya karena perlu energi besar untuk menuju satu panggung ke panggung lainnya. Tetapi line up yang disuguhkan tak memuaskan rasa dahagaku, sebagai penikmat jazz. Kalau pun ada penyanyi-musisi jazz, seakan cuma jadi 'pemanis'. Semata untuk menyesuaikan dengan label 'jazz' yang digunakan penyelenggara.
Komposisinya sangat tidak seimbang. Diantara yang cukup punya nama adalah Rieka Roslan, dan Jazz Muda Indonesia yang dimotori Indro. Juga ada Nita Aartsen Latin Jazz Project, Syaharani and Queenfireworks, dan Tompi yang tentu tak terlalu jazz banget.
Sudah hilang kah semangat jazz di JTF? Pasti ada yang jawab: TIDAK. Karena selain nama-nama tersebut di atas, juga ada Surabaya All Stars, Korek Jazz, serta Simak Dialog, dan Ardhito Pramono. Mau tahu jam berapa mereka tampil? Yang pasti bukan --meminjam istilah pertelevisian-- prime time.
Mereka diberi kesempatan tampil di jam-jam awal pertunjukan dibuka buat penonton, ketika pengunjung wahana permainan itu baru mengalir satu-dua.
Dan ketika venue dipenuhi massa, panggung didominasi oleh mereka yang bukan jazz.
"Secara penyelenggaran bagus dan sukses besar. Lagu-lagu Indonesia sudah menjadi tuan rumah di negaranya sendiri," begitu komentar salah seorang musisi jazz yang di malam pertama JTF ikutan tampil.
Tetapi, musisi jazz lainnya ikutan berpendapat, "Bosen. Kakean pop. dan dari tahun ke tahun yang main itu itu aka. Tambah sue tambah kurang bagus."
Pertanyaan berikutnya yang cukup mengusik adalah: Apakah konsep pertunjukan seperti ini yang diinginkan mendiang Bubie Chen? Sebab, di sejumlah layar, pihak penyelenggara memapar bahwa Jazz Traffic Festival ini bermula dari keinginan musisi jazz Surabaya itu untuk 'mendaratkan' sajian jazz versi radio ke panggung real. Makin mendekatkan jazz pada anak muda.
Lalu apa pula makna JTF bagi musisi jazz Surabaya? Masih stagnan. Karena yang berperan masih nama-nama yang sama dari waktu ke waktu.