Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Konsekuensi Pembangunan Persemaian Berskala Besar untuk Green Economy

28 November 2020   21:28 Diperbarui: 28 November 2020   21:33 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menurut, ilmu ekologi hutan untuk menjadi pohon dewasa, pohon mengalami proses metaformosa pertumbuhan dari mulai bibit/anakan/semai (seedling), sapihan (sapling), tiang/pohon muda (pole) dan pohon yang sesungguhnya (trees).

John Wyatt-Smith seorang ahli ekologi hutan dari Inggris (1963), mengklasifikasikan proses terjadinya pohon menjadi 4 (empat) tahapan yaitu a) seedling (semai) permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m  b) sapling (sapihan, pancang) permudaan yang tinggi 1,5 m dan lebih sampai pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm  c) pole (tiang) yaitu pohon pohon muda yang berdiameter 10 -- 35 cm. d) Trees (pohon dewasa), yang berdiameter diatas 35 cm. Untuk menjadi pohon dewasa dari bibit mulai ditanam membutuhkan waktu 15 -- 20 tahun.

Masalah yang dihadapi  Kementerian LHK sekarang adalah proses penanaman pohon terjadi hanya terbatas pada tahapan pertumbuhan anakan/semai dengan pemeliharaan selama dua tahun (umur pohon tiga tahun dihitung sejak ditanam). Bila bibit pohon ditanam dengan tinggi rata rata 50 -- 60 cm, maka pada usia tanaman umur tiga tahun, bibit masih dalam katagori seedling (tinggi belum mencapai 150 cm).

Proses pertumbuhan selanjutnya dari seedling, sapihan dan sampai ketahap pohon dewasa, diserahkan sepenuhnya kepada proses alam. Dalam kurun waktu yang demikian panjang mungkinkah anakan berhasil menjadi pohon dewasa, apabila penanaman dilakukan ala kadarnya?. KLHK masih saja berkutat dengan angka-angka target RHL yang seolah olah angka target tersebut dapat mengurangi atau menekan data lahan kritis maupun angka laju deforestasi. 

Kegiatan RHL khususnya rehabilitasi hutan, seharusnya dikawal dan dijaga tidak hanya sebatas umur tiga tahun tetapi juga dirawat dan dipelihara sampai mencapai pohon dewasa. Untuk apa KLHK membentuk Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di daerah sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kehutanan provinsi setempat kalau tidak mampu melakukan tugas itu.

Evaluasi keberhasilan kegiatan RHL , unit organisasi yang bertanggung jawab, penganggaran yang dibutuhkan perlu dilakukan secara menyeluruh agar kegiatan RHL yang telah dilakukan puluhan tahun tidak sia sia. Semoga.

PRAMONO DWI SUSETYO

Kompasiana, 28 November 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun