Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pola Kerja Linier

31 Maret 2020   18:32 Diperbarui: 31 Maret 2020   18:28 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

POLA KERJA  LINIER

Dalam pidato visi Indonesia Jokowi-Amin di Sentul Bogor, satu hal menarik yang digaris bawahi adalah pidato Jokowi tentang reformasi birokrasi. Kecepatan melayani, memberi izin menjadi kunci reformasi birokrasi. Tidak ada lagi  bekerja dengan pola kerja linier, rutinitas dan monoton, serta zona nyaman. Membangun nilai baru dalam bekerja. Menuntut kerja yang  harus cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Dalam banyak hal, model birokrat dengan pola kerja linier tidak kurang jumlahnya. Contoh kasus adalah penanganan bencana alam  Cagar Alam Cycloop di Sentani Jayapura. Presiden memerintahkan para menteri pembantunya dan jajaran terkait agar segera dilakukakan rehabilitasi. Secara regulasi, tidak dibenarkan karena rehabilitasi adalah revegetasi yang dilarang dalam cagar alam. Namun presiden tidak salah karena mempunyai perspektif yang lebih dibanding hanya sekedar regulasi, yaitu penyelamatan masyarakat kota Sentani yang berada dibawahnya. Menteri KLHK sebagai pejabat publik yang berasal dari unsur partai juga tidak salah karena harus mengamankan kebijakan nasional yang telah diputuskan  oleh presiden. Yang salah adalah pejabat KLHK eselon 2 keatas terkait yang kurang tanggap untuk mengkoreksi atau meralat kebijakan ini agar masyarakat luas khususnya pemerhati kehutanan dan lingkungan tidak bingung dan rancu. Kesannya malah membenarkan dengan mengatakan bahwa KLHK menyiapkan dana sebesar Rp. 52 milliar untuk rehabilitasi Cagar Alam Cycloop (Kompas, 24/4/2019).

Sebagai solusi dari keputusan yang telah diambil presiden tersebut, hanya ada dua cara yaitu apabila tetap harus dilakukan rehabilitasi maka status kawasan cagar alam tersebut diturunkan menjadi kawasan hutan dengan statusnya yang mirip fungsinya dengan cagar alam. Guna  melindungi secara hidroorologis kota Sentani dan sekitarnya dan  tetap melakukan kegiatan rehabilitasi gunung Cycloop maka  status kawasan hutan baru yang sesuai adalah hutan lindung. Perubahan status kawasan yang dibenarkan regulasi ini, membawa konsekuensi bahwa pengelolaan kawasan tersebut harus dialihkan dari KLHK (Balai Besar BKSDA) kepada pemda Papua (Dinas Kehutanan Tk I).  Cara lain adalah melakukan kegiatan pemulihan cagar alam tanpa merubah dan menurunkan status kawasan hutan.  Pemulihan kawasan hutan tidak harus dengan kegiatan rehabilitasi, tetapi juga dapat dilakukan dengan kegiatan restorasi ekosistem cagar alam dan atau suksesi alami.

Inti semua ini adalah jangan membuat peraturan yang dilanggar sendiri, karena tidak akan memdidik masyarakat khususnya generasi penerus. Inilah barangkali yang dimaksud presiden dengan birokrat dengan  pola kerja yang tidak linier dan mampu menerjemahkan kepentingan yang lebih besar tanpa harus menerobos regulasi yang telah dibuat sebelumnya.

Pramono Dwi Susetyo

(Tulisan ini dibuat 2019 lalu)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun