Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Rehabilitasi DAS Tondano

11 Februari 2020   10:13 Diperbarui: 11 Februari 2020   10:13 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

REHABILITASI DAS TONDANO

Sebagai mantan pengajar tidak tetap mata kuliah ekologi pada Faperta Universitas Samratulangi Manado (1982-1984), saya prihatin dengan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan danau Tondano saat ini. Betapa tidak, banjir bandang yang memporak poranda kota Manado pada Januari tahun 2014 tidak terbayangkan dapat terjadi. 

Terlepas dari intensitas hujan yang tinggi, salah satu penyebab dan penyumbang terbesar terjadinya banjir dapat dipastikan karena  rusaknya lingkungan DAS dan danau Tondano yang berada didaerah hulu dari kota Manado.

Danau Tondano, merupakan danau yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat kabupaten Minahasa khususnya dan provinsi Sulawesi Utara pada umumnya. Sebagai sumber air minum dan penggerak turbin PLTA Tenggari I dan II serta PLTA Tonsea Lama danau Tondano telah mengalami degradasi baik dari segi luas maupun kedalamannya. 

Pada tahun 1940, kedalaman danau 43 m, dan kini tinggal 14 m.  Luasnya pun mengalami penyusutan, dimana pada tahun 1992 luasnya sekitar 4.800 ha, sehingga dalam kurun waktu 28 tahun terakhir telah menyusut menjadi 4.278 ha. Kedalaman danau dari semula 4,3 meter setelah dilakukan pengerukan sendimen menjadi 14 meter.

Bersyukur, Kementerian PUPR memasukkan danau Tondano dan Limboto menjadi 10 danau prioritas nasional yang direvitalisasi sejak tahun 2016 hingga 2020. Revitalisasi danau bertujuan untuk mengembalikan fungsi alami danau sebagai tampungan air melalui pengerukan, pembersihan gulma air, pembuatan tanggul, termasuk penataan di kawasan daerah aliran sungai. Revitalisasi danau Tondano diawali dengan pembersihan gulma (enceng gondok) di 194 lokasi, di 27 desa dan keluruhan. 

Pembersihan berlangsung di tujuh kecamatan yaitu Todano Barat, Tondano Selatan, Tondano Timur, Remboken, Eris, Kakas dan Kakas Barat. Terdapat 315,25 ha permukaan danau Tondano yang tertutup enceng gondok (Kompas, 8 Februari 2020). Pendangkalan danau tidak hanya disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan enceng gondok tersebut, tetapi diperparah oleh laju sedimentasi 47 cm/tahun dari 38 sungai yang bermuara didalam danau Tondano.

Untuk mengurangi laju sedimentasi, revitalisasi dengan cara pengerukan danau sebenarnya dianggap tidak cukup apabila tidak dibarengi dengan rehabilitasi  lingkungan secara menyeluruh dihulu DAS Tondano. Rehabilitasi yang dimaksudkan adalah penanaman vegetasi kayu kayuan yang terbukti efektif untuk menahan laju sedimentasi. 

Penutupan hutan hulu DAS Tondano yang tinggal 8,75 % yang jauh dari cukup (minimal 30 %), dapat ditingkatkan luasannya dengan penanaman vegetasi kayu yang cepat tumbuh dan berdaun lebar (fast growing species) atau jenis kayu MPTS (multi purpose trees species) yang bermanfaat ganda. Agroklimat yang mendukung, dengan tingkat kesuburan tanah yang cukup baik serta type iklim A dan B menurut Schmidt- Ferguson, mempermudah proses kegiatan rehabilitasi ini.

Kesadaran masyarakat dan kesungguhan pemda kabupaten Minahasa sebagai pemangku wilayah daerah otonom sangat dibutuhkan. Keterlibatan KLHK melalui Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL) Tondano wajib hukumnya dalam memfasilitasi dari aspek teknis, pendanaan, bantuan bibit,  penyuluhan dan sebagainya. 

Diskusi, seminar, workshop, pembentukan tim kerja dan sejenisnya  tentang DAS Tondano dirasa sudah lebih dari cukup. Yang dibutuhkan sekarang adalah aksi nyata dilapangan. Kementerian PUPR mampu merevitalisasi danau Tondano selama 5 tahun dengan dana Rp. 138, 6 milliar, pemkab Minahasa menggelontorkan dana Rp 6,6 milliar dari APBD untuk biaya opresional pembersihan enceng gondok. Sementara itu, pemprov Sulut menopang dengan dana  Rp 20 milliar dari APBD. Sebagian dana berasal dari dana BUMN dan BUMD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun