Bila tidak ada 'kejadian luar biasa' dalam proses perhitungan suara di pilkada DKI 2017, maka akan terjadi putaran kedua. Siapakah pemenang putaran pertama? Jawabannya Anis-Sandi, kalau mau dibandingkan dengan survey-survey sebelumnya yang memakai hanya 800-an responden, pastilah lonjakan persentase pemilihnya sangat mencolok dari 26-28% ke 40%, ada selisih 12-14% lebih baik. Justru menurut Saya Ahok-Djarot yang di survey terakhir di 36% hanya naik 42% dan selisihnya 6%-an. Bandingkan dengan biaya kampanyenya yang Anis-Sandi tidak sampai 60 milyar dan Ahok-Djarot sampai 60 milyar.
Bagaimana relawan Anis-Sandi bekerja? Kalau melihat pengalaman Bapak Saya di pileg 2014, dia pernah didatangi 3 gadis berhijab dari kader partai tertentu tahun itu yang menyampaikan program-program partainya. Bapak Saya mendengarnya dan sempat bertanya beberapa hal, namun satu hal menurut Bapakku, ketiganya tidak terlihat memaksakan sesuatu dan dia juga tidak tersinggung. Padahal Bapak Saya punya fanatisme pada partai tertentu tetapi terasa santai diajak diskusi dengan ketiganya. Bayangkan, kalau yang diajak diskusi itu bukan pemilih fanatik partai tertentu, bahkan orang yang apatis, tetapi merasa dikunjungi oleh orang-orang yang begitu terlihat gigih berjuang demi cita-cita yang mereka percayai benar. Mungkin saja orang-orang 'kosong' atau apatis ini akan datang ke TPS mencoblos yang disarankan relawan yang mengunjunginya, karena hanya merekalah yang mau bertamu ke rumahnya.
Menurut Saya, ini yang harus ditiru. Lupakan kumpulkan orang lalu joget, lupakan ceritakan kalijodo di Youtube, lupakan buat status membandingkan Ahok-Djarot dan Anis-Sandi di Facebook. Bila perlu tidak usah buat talk show dan debat antar tim sukses, karena itu semua bersifat global, padahal pemilih Jakarta 70% memilih karena pertimbangan personal.
Ada tujuh juta mata pilih dan kepesertaan pilkada putaran 1 kemarin kabarnya 77%. Jika Ahok-Djarot memenangkan 42%, maka yang memilih mereka hanyalah sekitar 2,7 Juta penduduk Jakarta. Bila 2,7 juta ini 1 jutanya saja relawan yang gigih dan mau blusukan, maka bukan tidak mungkin 1 orang akan mendapatkan 1 orang 'kosong' atau tanpa pilihan lainnya untuk terpanggil ke TPS.
Bukan tidak menghargai apa yang relawan lakukan di putaran 1 kemarin, namun di putaran kedua mau tidak mau semua harus 'blusukan', ajari pendukung Ahok yang tak bisa memilih untuk 'ngotot' mendapatkan C6, ajari caranya kalau tidak bisa dapat C 6 maka harus ngotot bawa KTP dan KK dan meminta tetap memilih apapun yang terjadi, ajak diskusi mantan pemilih paslon 1, bila perlu yang fanatik dengan paslon 3 pun harus diajak diskusi tanpa harus bertinju.
Karena 'blusukan' ala kader partai tertentu seperti yang mendatangi rumah Bapakku di pileg 2014 terbukti efektif mengangkat suara Anis-Sandi di putaran pertama. Saya yakin cara ini senyap, tanpa joget dan musik, tanpa pula lampu senter/HP, tetapi lebih mengena untuk 'swing voter'. Intinya militansi heboh ala putaran pertama harus diubah menjadi militansi blusukan senyap ala gerilyawan.
Bila setuju, mari 'blusukan' mulai besok.