Membaca Novel "Alena Kang Pepih" dalam Sehari Bikin Nagih

Bagi anggota Kompasiana,  tahun awal pendiriannya 2008 sampai 2009 akan sangat mengenal Pepih Nugraha yang menahkodai atau bahkan dianggap membidani kelahiran jurnalisme warga yang termasuk terpopuler di Asia Tenggara ini. 

Sebagai wartawan yang di awal-awal saya berselancar di Kompasiana terkesan beliau dan jajarannya lebih menghargai tulisan-tulisan reportase maupun opini maka lahirnya fiksi berbentuk novel dari tangannya seindah "Alena", membuatku yang tadinya mau membaca pelan -pelan sehari satu bab tanpa terasa penasaran menghabiskannya dalam sehari. 

Berkisah tentang Alena,  wartawati muda yang mengunggah adegan syur dengan seorang pemuda yang alim dan kisah mengalir dengan plot berpindah-pindah dari masa kini ke masa lalu masing-masing tokohnya. 

Konflik keluarga,  kesenjangan ekonomi,  konflik horizontal antar suku dan SARA sedikit dibahas sebagai bumbu tetapi Kang Pepih tetap mengusahakan memposisikan diri seolah di tengah-tengah dan memberi sisi pandang berimbang walau tetap kita mengerti maksud sindirannya kemana. 

Pengalaman berkelana di Inggris,  Papua dan daerah-daerah lain saat menjadi wartawan sangat membantu detail lokasi yang dibahas,  membuat kita merasa berada di "TKP" atau setidaknya ingin ke "TKP" kapan-kapan. 

Novel 337 halaman dengan 53 bagian ini akhirnya "happy ending" sebagian saat si Alena menemukan cintanya pada si Pengelana,  akurnya ibu dan ayah non biologisnya tetapi kehilangan jejak ayah kandungnya. 

Yang pasti,  kalau Kang Pepih bisa buat novel sebagus ini,  aku juga pengen buat. 

Sumber Dokumentasi KOMPAL