Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kepakaran Medis Tidak Pernah Mati di Kompasiana

5 Agustus 2020   21:27 Diperbarui: 6 Agustus 2020   13:57 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dok, ada yang menulis anti vaksin. Kasih pencerahan, dong?" Permintaan salah seorang Kompasianer beberapa tahun yang lalu, secara pribadi, saat ada tulisan "booming" yang sangat tidak menyetujui imunisasi dari seseorang yang mengakunya orang kesehatan tetapi lebih mendalami pengobatan alternatif di luar medis.

Lalu sayapun terpanggil membuat tulisan bantahan dan menjelaskannya secara medis dengan bukti-bukti penelitian dan fakta yang mendukung. Tentu saja di kolom komentar kami berdebat setengah kusir karena ini bapak tidak mau menyerah dan cenderung emosional. 

Saya tahu menang dan kalah debat tidak penting lagi karena yang membaca menjadi tahu sendiri kalau saya lebih rasional dari beliau.

Beberapa kali juga ada tulisan nyeleneh tentang klaim obat tertentu diluar medis yang mujarab atau tindakan tertentu yang bermanfaat untuk penyakit tertentu dituliskan di Kompasiana dan kalau saya baca dan merasa perlu diluruskan ya saya luruskan. 

Kalau terlalu ngawur dan pembaca di Kompasiana cenderung tidak minat membaca ya sudah diabaikan saja.

Di dunia kedokteran, kepakaran kami sebut kompetensi, ini meliputi batasan keahlian yang dapat dilakukan oleh seorang tenaga medis (clinical privilage) sesuai penilaian koordinator keahlian yang sama yang dinamakan mitra bestari.  

Penilaian ini dilihat dari dokumentasi ijazah, kursus atau sertifikat yang ditunjukkan oleh dokter yang dinilai atau bila perlu dilakukan pengamatan saat melakukan operasi atau tindakan tertentu.

Misalnya dokter penyakit dalam memiliki ijazah dari Universitas yang diakui oleh Kolegium Penyakit dalam, tetapi untuk melakukan tindakan yang lebih sulit misalnya endoskopi atau kateterisasi jantung, maka perlu ada pendidikan tambahan lagi. Ini harus diteliti dahulu baru boleh diijinkan menjalankan pelayanan.

Ada batasan yang diperbolehkan oleh yang satu profesi, satu spesialisasi, maka dokter penyakit dalam tidak berhak membahas operasi usus buntu, karena itu kompetensinya dokter bedah.

Untuk awam, semua dokter berhak memberi penyuluhan kepada masyarakat luas di media umum namun tidak terlalu mendetail, kalau sudah soal virus covid-19, misalnya, untuk mengubah gaya hidup dan kebersihan diri, dapat dilakukan oleh dokter umum, tetapi kalau sudah soal pengobatan spesifik ataupun pemasangan ventilator maka yang berhak berbicara spesialis paru, anak, penyakit dalam dan anestesi.

Makanya di Kompasiana tidak banyak dokter berani nulis ke mana-mana karena masalah kompetensi ini, ada kesungkanan tersendiri menulis sesuatu yang "wow" takutnya menyerempet ke informasi yang dia tidak berhak bahas karena kompetensinya tidak sama. 

Berbeda dengan "Influencer" atau "Youtuber" yang tidak punya disiplin tertentu atau kompetensi tertentu yang menjadi batasan lingkupnya, kehati-hatian itu tidak terlalu penting apakah nara sumber ini berkompeten bicara bidang tertentu atau tidak dan mungkin kalau nanti ada salah-salah bisa minta maaf dengan surat pernyataan pakai materai 6000 rupiah beres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun