Kerusuhan suporter Sriwijaya FC saat kalah dengan Arema 0-3 di Stadion Gelora Jakabaring, 21 Juli 2018 sore, membuat pertanyaan besar terhadap kondisi keamanan kota Palembang 28 hari sebelum Asian Games dimulai.
Istilah "nyawo buruk" pun terdengar dari beberapa teman yang kebetulan datang ke Palembang dalam rangka wisata kulinar bersama alumni angkatan SMA kami, tetapi di jalanan sempat macet parah akibat kelakuan suporter yang ugal-ugalan di jalan sekembalinya dari menonton kesebelasan kesayangannya dan kalah besar. Sejak kami SMA dua kata itu dipadankan untuk orang-orang yang terkesan tidak memikirkan masa depan, nyawanya tidak dihargai oleh dirinya sendiri, kalau memang harus mati hari itu untuk mencari makan atau untuk bersenang-senang atau untuk membela kehormatan ya matilah.
Saya sebenarnya bosan membaca propaganda Indonesia itu penduduknya ramah, sopan, halus tutur kata dan menghargai sesama manusia yang sering dituliskan di buku-buku pelajaran SD sampai SMA, apalagi setelah keliling manca negara ke Jepang, Eropa, Australia, Korea, Hongkong, Singapura bahkan dengan Malaysia pun mereka jauh lebih ramah. Mungkin di China Selatan yang ngomongnya agak kasar, karena mereka memang kurang suka orang asing.
Sebenarnya keramahan dan kesopanan penduduk itu relatif, Indonesia terlalu luas, Palembang juga terlalu luas, ada beberapa titik yang diduga banyak "nyawa buruknya" seperti daerah-daerah dekat Sungai Musi, daerah dekat pasar dan sekitar mall serta dekat terminal-terminal. Wilayah perkampungan kumuh pun sering ada, tetapi "nyawo buruk" biasanya tidak bikin ulah di kampungnya sendiri, mereka mencari kesenangan atau penghasilan di tempat lain.
Apakah para "nyawo buruk" ini dapat dibina menjelang Asian Games 2018? Sulit sepertinya karena siapa mereka pun masih misterius, baru muncul kesan adanya "nyawo buruk" kalau ada kejadian-kejadian kriminal yang tidak terduga seperti kerusuhan bola, pembegalan iseng atau tawuran yang brutal dengan kelompok lain hanya karena alasan sepele saling melotot saja. Membuat mereka berjanji menjaga kelakuan selama beberapa minggu ke depan dan jangan mengganggu wisatawan yang datang itu sulit. Apalagi himbauan mendukung ASIAN GAMES melalui spanduk dan "medsos", mereka biasanya tidak ada urusan.
Yang saya sarankan sebenarnya para pemandu atlit, "official" serta wisatawan yang mungkin datang ke Palembang dalam rangka Asian Games 2018 memiliki daftar tempat-tempat kuliner, kerajinan kain, wisata musium, wisata alam yang disarankan karena aman dan dijaga aparat secara ketat serta memiliki pengetahuan tempat-tempat mana saja yang berbahaya kalau sendirian jalan di Palembang. Jadi ada tempat yang dijaga benaran 24 jam sementara daerah lainnya ya apa adanya saja. Jujur saja bilang ke mereka apa adanya, jangan bilang semua penduduk kota akan menerima mereka dengan tulus dan antusias.
Jika aparat keamanan mungkin ada daftar "nyawo buruk" di Palembang, maka kalau memungkinkan mereka disuruh liburan ke daerah lain dulu sepanjang ASIAN GAMES nanti, karena kalau mereka-mereka ini tetap di Palembang saat "event" internasional  tersebut berlangsung dapat saja tergoda ke tempat pelaksanaan pertandingan dan kalau peserta kita kalah dari negara lain akan membuat rusuh pula. Atau mungkin saja melakukan tindakan melanggar hukum karena berpikir semua orang luar negeri itu kaya.
Sekali lagi, ini bukan bermaksud menakut-nakuti wisatawan ASIAN GAMES untuk datang ke Palembang, namun sebagai kepedulian bahwa masih ada peluang manusia-manusia ber-"nyawo buruk" membuat masalah karena pada dasarnya manusia tipe ini tidak akan peduli nama baik bangsa, nama baik kota atau malah dirinya sendiripun dia tidak pedulikan mau jadi apa besok, karena baginya "mati dem asal top" (mati sudah asal tenar).