Mohon tunggu...
Herman Anas
Herman Anas Mohon Tunggu... Guru - Guru

خير الناس انفعهم للناس

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mau Dibawa ke Mana Kurikulum Kita?

30 Juni 2022   10:35 Diperbarui: 30 Juni 2022   11:26 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengertian kurikulum ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.

Diakui atau tidak kurikulum di Negeri ini gonta-ganti. Maka ada adagium ganti menteri ganti kurikulum. Bahkan saat ini satu menteri ada 3 kurikulum yang bisa menjadi pilihan. Sejarah mencatat perubahan tersebut mulai tahun 1947, 1952, 1964,1975,1984,1994, 2004, 2006, 2013, kurikulum darurat (2019), kurikulum Prototipe (2020) dan kurikulum merdeka (2022).

Padahal sebenernya tujuan pendidikan itu sederhana, yakni secara sederhana adalah untuk menanamkan iman dan taqwa atau imtaq dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang di dalamnya terdapat skill yang berguna untuk menjalani kehidupan dunia dengan baik. 

Sebagaimana tertuang dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjelaskan bahwa fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional dituangkan di dalam pasal 3 yang mengatakan bahwa:"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab". 

Hal ini sebenarnya sesuai dengan pernyataan Imam Ghazali dan Ibnu Khaldun bahwa pendidikan harus berorientasi dunia dan akhirat. Kebahagiaan dunia dan juga akhirat.

Namun, dibalik pergantian kurikulum tersebut tidak diiringi dengan lulusan yang baik secara keimanan dan juga punya skill yang bagus untuk menjalani kehidupan yang baik. Hal ini dibuktikan dengan angka kenakalan remaja yang tinggi. Di Indonesia salah satu bentuk kenakalan remaja yang marak dijumpai, terutama di kota-kota besar adalah tawuran pelajar. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terjadinya tren peningkatan angka kasus tawuran di kalangan pelajar sepanjang tahun 2018. Sepanjang tahun 2017 hingga 2018, KPAI mencatat 202 anak berhadapan dengan hukum karena terlibat tawuran. Sementara kekerasan di lingkungan sekolah dengan anak sebagai pelaku sepanjang 2019 tercatat 3 kasus di Gresik, Talakar, dan Ngawi, Jawa Timur.

Kasus di Jember sendiri juga tergolong tinggi. Wakapolres Jember Kompol Kadek Ary Mahardika membeberkan, selama 2021, satreskrim mengungkap 409 kasus. Sebanyak 329 di antaranya sudah memasuki proses hukum atau ke tahap persidangan. Dibanding tahun 2020 lalu, kata dia, capaian itu menurun 98 kasus dari total 507 kasus. Sementara, kasus yang tengah diproses hukum lanjut juga turun 32 kasus dari total 361 kasus.

Di dalam dunia kerja lulusan kita juga dikeluhkan oleh stakeholder. Dunia usaha banyak mengeluhkan mutu lulusan lembaga pendidikan yang tidak siap kerja. Oleh karena kurikulum pendidikan tidak sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Setiap dunia usaha senantiasa butuh melatih para calon pegawai sebelum bekerja.

Hal ini juga diakui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, bahwa kompetensi dan produktivitas sarjana di duni kerja masih sangat minim. Hal tersebut menyebabkan tenaga kerja berpendidikan tinggi sulit terserap perusahaan-perusahaan besar, baik yang berskala nasional maupun internasional. 

Ia mengatakan, minimnya kualitas sarjana disebabkan karena pengalaman magang yang kurang saat kuliah. Seharusnya, magang dilakukan dalam jangka waktu enam bulan agar pengalaman kerja semakin luas. Anak-anak lulusan terbaik Indonesia pintar-pintar, tapi sulit menjadi produktif di dunia kerja. Mereka memerlukan masa orientasi satu hingga dua tahun, karena soft skill mereka belum kuat," kata Nadiem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun