Mohon tunggu...
Priscilla Nadia Putri
Priscilla Nadia Putri Mohon Tunggu... -

Student of Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Journalism'14

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kritis Jurnalisme Keberagaman dalam Media

25 Maret 2017   23:39 Diperbarui: 28 April 2017   15:35 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Auditorium Gedung Teresa Kampus 4 Universitas Atma Jaya Yogyakarta terlihat dipadati beberapa orang Jumat (24/3). Hal ini dikarenakan adanya bedah buku “Jurnalisme Keberagaman” yang ditulis oleh Usman Kansong (Direktur Pemberitaan Media Indonesia).

“Ide membuat buku ini berdasarkan pengalaman saya saat era reformasi” ujar Usman. Ia menjelaskan tertarik membuat buku ini saat melakukan peliputan kerusuhan di Ambon. Akhirnya keinginannya semakin kuat karena dorongan teman-teman wartawan lainnya yang peduli terhadap kondisi pers di masa sebelum reformasi. Setelah memiliki visi misi yang sama Usman bersama wartawan lainnya mendirikan SEJUK (Serikat Jurnalisme Keberagaman). Kemudian dalam perjalanannya Usman lah yang mempopulerkan ‘Jurnalisme Keberagaman’ dalam bentuk tulisan maupun lisan. Sebelum menjadi buku Usman terlebih dahulu menulis pemberitaan dengan isu-isu keberagaman.

Usman  mengatakan bahwa pers dapat digunakan untuk melembagakan keberagaman. Ia juga menjelaskan bahwa memiliki kekhawatiran pada jurnalis dalam meliput hal keberagaman.

Keberagaman yang dimaksudnya memiliki arti di dalam yang beragam tersebut tetap terdapat perbedaan, yang sayangnya terbatas pada etnis, agama, dan gender. Dalam buku ini menurut Usman, pers punya peran dalam mengkonsolidasikan demokrasi dengan adanya kebebasan pers di Indonesia.  Untuk soal keberagaman sendiri jurnalis kurang peka dalam hal ini terlihat dengan pilihan bahasa yang dipilih dalam menulis suatu berita. Ketika dalam menulis berita masih banyak jurnalis yang memilih bahasa ‘perang’ yang terkesan menimbulkan kekerasan dan berujung membuat pembaca menerka-nerka apa maksud berita itu.

Dalam diskusi ini pun Usman menyampaikan rasa keprihatinannya pada jurnalis. Jurnalis saat ini di nilai lebih mempercayai isu yang berasal dari media sosial dari pada fakta lapangan. Jurnalis saat ini cenderung malas untuk datang ke tempat kejadian melakukan verifikasi. Hal inilah yang menjadikan kadang berita yang terbit berbeda dengan fakta lapangan imbuhnya.

Acara ini menghadirkan 3 penanggap yaitu Lukas Ispandianto dosen FISIP Atma Jaya Yogyaarta dari sisi akademisi, Widiarsi Agustina Kepala Biro Tempo Yogyakarta dan Jawa Tengah dari sisi pemberitaan, serta Agnes Dwi Rusjiyanti dari Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika. Acara ini dimoderatori oleh Anang Zakaria dari AJI (Aliansi Jurnali Indipenden) Yogyakarta. Acara ini dimulai pukul 13.00 hingga 16.00 WIB yang dihadiri peserta dari beberapa kelompok marginal seperti Gafatar dan Ahmadiah, wartawan, akademisi, aktivis serta mahasiswa. (NP)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun