Pak Sutiman (64) atau sering dipanggil oleh warga Pak Ribut adalah seorang warga Kampung Jetak, Kec. Wonorejo, Kel. Gondangrejo, Kab.Karanganyar. Masa kecilnya besar bersama kakek dan neneknya di daerah Sugihwaras Kab. Karanganyar. Pendidikan formalnya juga tergolong singkat, hanya sampai pada sekolah dasar. Walau hanya sampai pada sekolah dasar, lewat ide cetusannya warga di kampungnya dapat sejahtera.
Cerita bermula saat Pak Ribut masih kerap ke kuburan untuk melakukan laku dan sembahyang. Selain laku dan sembahyang ia juga sering tidur di kuburan. Pada suatu malam Pak Ribut terlelap dan bermimpi. Dalam mimpinya ia ditemui oleh seorang kakek, kakek tersebut berkata bahwa ia perlu berkumpul dengan warga karena mereka membutuhkan ia di kampungnya.
      Lewat perjumpaan yang singkat tersebut Pak Ribut terdorong untuk berkumpul dan srawung atau mengobrol. Ia biasanya berkumpul di perempatan jalan di mana para warga yang diisi oleh bapak-bapak berkumpul pada malam hari. Di sanalah Pak Ribut sering berkumpul dan mengobrol. Warga Kampung Jetak sering menyebut perkumpulan bapak-bapak tersebut sebagai Pos Kempros atau jika diartikan dalam bahasa Indonesia secara harafiah berarti Pos Omong kosong.
Walau dianggap kurang berguna dan membuang waktu, dari Pos Kempros Pak Ribut menjadi sadar akan keprihatinan di Kampungnya. Sumber mata air di tiap rumah warga, airnya mengandung banyak kapur yang tidak baik untuk kesehatan ginjal pada jangka panjang. Di sisi, lain saat musim kemarau melanda, para warga kesulitan mencari pasokan air. Maka, lewat keprihatinan tesebut Pak Ribut mendapat ide untuk membangun sumur air dalam yang diolah warga.
Ide ini lalu didiskusikan dengan Lurah setempat, lalu setelah itu warga mengundang Dewan PDIP bernama Pak Paryono untuk berkonsultasi. Lalu dari hasil konsultasi tersebut diputuskan untuk mengajukan proposal kepada pemerintah kabupaten agar ide ini dapat direalisasikan. Kemudian warga berdiskusi menentukan lahan yang dipakai untuk membangun sumur dan toren air. Disepakati bahwa Sumur dibangun pada lahan milik pemerintah di samping jalan tol yang tidak dipakai. Pak Ribut kembali lagi yang meminta izin untuk memakai lahan tersebut untuk Pamsimas (Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat) bersama Pak Agus, salah satu warga.
Setelah diizinkan, proposal lalu dibuat dan dikirim ke pihak kabupaten. Beberapa waktu kemudian datanglah pihak kabupaten untuk mensurvei lahan tersebut. Setelah disurvei dan dianggap layak, maka dana proyek dicairkan dan memulai proyek dengan menyewa jasa pengeboran. Sesudah dilakukan pengeboran, kemudian warga bergotong-royong membangun toren air dan memasang pipa air di tiap rumah warga. Bangunan Pamsimas pun selesai dibangun dan dapat menyuplai air ke rumah-rumah warga mulai tahun 2015.
Sampai sekarang Pamsimas dalam di Kampung Jetak masih berfungsi dan memasok air untuk warga. Bahkan Kampung Jetak dapat membangun Pamsimas yang kedua untuk menmabahkan kapasitas suplai air. Tarif Pamsimas lebih rendah dibanding  PDAM yaitu hanya Rp. 4000 per meter kubik dan berupa tunai langsung yang ditagih oleh warga yang mengelola. Sekarang Pamsimas diketuai oleh Pak Agus sedangkan Pak Ribut memilih untuk tidak ikut campur tangan dan menjadi warga biasa.
Bapak Ribut lebih memilih menjadi warga biasa dan tidak ingin menjadi pengurus Pamsimas. Walau hanya berpendidikan Sekolah Dasar, Pak Ribut membuktikan bahwa ia bisa melayani masyarakat. Kepedulian Pak Ribut membuatnya bisa mencetuskan ide ini. ide nya memang sederhana tetapi hanya ia yang terdorong dan bersemangat untuk merealisasikannya.
Sutiman