Mohon tunggu...
Pitutur
Pitutur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Mencoba BERMANFAAT dengan MENULIS. Mencoba menuliskan sebuah peristiwa dari sudut pandang yang berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sengketa Tanah Terjadi karena Andi Surya Salah Kaprah

5 Maret 2018   07:52 Diperbarui: 5 Maret 2018   08:06 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kadang seseorang berdiri paling depan dan bersuara lantang, meskipun dia tidak sadar telah melakukan kesalahan. (foto: chinatoday.com)

Kita sering disuguhi tontonan di negeri ini, yang menurut saya tergolong lucu dan konyol, yaitu saat ada seorang publik figur yang berteriak lantang, menyuarakan pendapat, padahal dia tidak tahu bahwa kesalahan terbesar justru terletak pada dirinya.

Beberapa tahun terakhir masyarakat Lampung mendapatkan hasutan agar mensertifikatkan tanah yang mereka tinggali selama ini. Terutama tanah yang bukan hak milik mereka. Baik yang ada di wilayah operasional Pelindo, PT KAI maupun PTPN.

Sebut saja Andi Surya, salah satu tokoh dari Lampung yang aktif gigih menyadi 'pembisik' agar masyarakat bergerak untuk menguasai tanah yang bukan haknya. 

Dari hasil penelusuran di beberapa pemberitaan online, Andi Surya beropini bahwa dasar kepemilikan yang dimiliki oleh BUMN, dalam hal ini PT KAI adalah hanya sebuah peta, yang dia anggap tidak sah. 

Kenapa senator Lampung tersebut menganggap tidak sah? Ini sudah salah kaprah namanya.

Kenapa Andi Surya demikian ngototnya? Tidak lebih tidak kurang karena dia *tidak pernah* melihat bukti aslinya, dia tidak pernah melihat Grondkaart yang asli, dan manuskrip pendukung nya, yang dimiliki oleh PT KAI.

Andi Surya hanya pernah melihat fotocopy Grondkaart, yang dia anggap hanya sebagai peta ukur. Ini dikarenakan Andi Surya tidak pernah terlibat dalam sidang di pengadilan, dimana Grondkaart yang asli akan diperlihatkan sebagai bukti kepemilikan yang sah. Bila hal itu terjadi, saya yakin Andi Surya akan berubah pikiran 180.

Keberadaan Kolonial Belanda selama ratusan tahun di negeri bukan hanya 'menjajah', akan tetapi juga membangun jutaan hektar infrastruktur. Juga membuat system pemerintahan, aturan perundangan-undangan,  hukum, dan badan usaha milik negara yang seiring berjalannya waktu berubah kepemilikannya menjadi milik Pemerintah Indonesia.

Negeri ini mengakui sistem pemerintahan dan segala aturan yang ditinggal oleh Kolonial Belanda. Terbukti dari hampir semua sistem perundang-undangan milik Belanda diadopsi dalam KUHP dan KUHAP.

Infrastruktur peninggalan zaman Belanda pun masih diakui dan dipakai hingga sekarang. Sebut saja semua istana negara, puluhan pelabuhan, bandara, jaringan air minum, jaringan listrik, jaringan kereta api, mayoritas yang kita pakai sekarang di desain oleh Belanda melalui perusahaan milik negara waktu itu.

Apakah kita harus menolak kekuatan Grondkaart bila kita mengakui istana negara, lapangan monas, pelabuhan-pelabuhan besar adalah hasil pembangunan yang proses pengesahannya menggunakan Grondkaart?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun