Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"The Contact", Antara Sains dan Agama

8 April 2019   08:47 Diperbarui: 8 April 2019   09:17 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Gambaran Umum

"April 1966, majalah Time memuat artikel bangsa Amerika berpaling dari Tuhan. Memilih dimuat pada Jumat Agung (8 April), kepala berita "Is God dead?" mengimplikasikan bahwa jawaban ya. Sains membunuh agama. 39 tahun berselang pada 2005, jajak pendapat Beliefnet menanyai 1.004 responden Amerika tentang keyakinan religius mereka---dan mendapati bahwa 79% menyebut diri mereka "spiritual", dan 64% "religius"."  (M. Beauregard, The Spiritual Brain, 6)

Kutipan ini diambil dengan maksud menunjukkan suatu inkonsistensi dari pendirian manusia dalam kaitannya dengan kepercayaan akan Tuhan. Manusia selalu berproses dalam ruang dan waktu, namun mampu berpikir di atas 'mungkin'. 

Syukurlah perkembangan di bidang sains memfasilitasi manusia dalam mengasah kemampuannya dalam tempaan zaman. Yang menarik, proses manusia yang menjaman sekaligus mengarah pada yang 'mungkin', selalu didampingi oleh suatu sistem masyarakat yang disebut sebagai agama (E. Durkheim, Elementary Forms of Religious Life, 254).

Tendensi yang muncul adalah, manusia lalu merasa dibatasi dalam segala hal. Sikap keterkungkungan ini membuat manusia kemudian berusaha mencari angin segar yang lebih menyejukkan dibanding dengan ajaran agama, sains. 

Sains yang sangat merujuk pada materialisme ternyata lebih credible karena disertai pembuktian. Lantas apakah eksistensi Tuhan dalam agama dapat diverivikasi?

Film The Contact yang dirilis pada tahun 1997, sebetulnya menunjukan ketegangan antara Sains dan Agama. Film tersebut mengisahkan tentang dr. Ellie Arroway, seorang Radio Astronomer, yang ateis. Ia bekerjasama dengan beberapa temannya dan menemukan adanya radio inteligen lain, yang mengirim rencana-rencana misterius dari sebuah mesin, yang awalnya disangka bintang Vega. 

Penemuan tersebut sangat berhubungan dengan stabilitas keamanan Amerika. Inilah yang memantiknya untuk bekerja keras di National Science Foundation bersama rekan-rekannya untuk menemukan alat yang dapat membawa mereka ke sana. Alat itu akhirnya diambil alih oleh Negara.

Klimaks dari film tersebut berkisah soal pengalaman mistis yang dialami oleh Ellie, yang sebelumnya tidak mempercayai suatu realitas yang tak berfisik, materialssm. Pengalaman itu terjadi saat mesin (semacam kapal) yang dilengkapi oleh helm solenoid (helm besi pengantar ke pengalaman masa lampau) yang dapat membawanya itu mengalami gangguan, ia akhirnya kehilangan komunikasi dengan rekan ahli yang mengawasi.

Saat berada dalam mesin itu, ia merasa dirinya menembusi 'terowongan-terowongan cahaya' luar biasa, dan menyaksikan kemegahan galaksi. Ia bahkan  dihantar berjumpa dengan ayahnya yang telah meninggal dalam dunia yang amat menyejukan. 

Setelah ia sadar, ia berpikir bahwa pengalaman tersebut adalah hasil kerja mesin, padahal ia telah mengalami suatu near death experience. Pengalaman inilah yang akhirnya membuat ia meyakini bahwa sains saja tidak cukup menjelaskan suatu realitas, melainkan iman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun