Rentetan peristiwa pilu mengenai pemerkosaan terhadap anak dibawah umur merupakan momok menakutkan. Bahkan, kasusnya makin “meriah” terjadi, dampak dari “setengah hati” melaksanakan hukuman mati atau kebiri terhadap pelaku, bahkan beberapa tulisan di media online ada saran berlakukan hukuman cambuk rotan, penulis lain meragukan.
Ketika semua dilakukan setengah hati, hasilnya pasti “bobrok” sekalian saja “open house” kembali tempat-tempat hiburan malam, rumah bordil, agar mereka menumpahkan nafsu bejatnya di tempat-tempat tersebut, bukan terhadap anak gadis yang tidak berdosa. Konon hukuman mati dan kebiri melanggar HAM, nah bagaimana dengan hukuman mati bagi pengedar Narkoba?. Agar sama-sama menguntungkan hukuman seruduk Banteng ala Matador di spanyol boleh juga direalisasikan di Indonesia.
Setelah aksi asusila yang dialami gadis dibawah umur berinisial E (15) diperkosa oleh 30 pemuda hingga hamil tiga bulan, terjadi di Tulang Bawang, Lampung. Berita kejahatan seksual terjadi (lagi) di Tambora Jakarta Barat, kali ini pelakunya adalah seorang kakek merupakan anggota HANSIP atau petugas penjaga keamanan lingkungan malah mencabuli seorang anak yang menderita keterbelakangan mental atau difabel. Korban merupakan tetangga pelaku (30/7).
Perbuatan Hansip cabul (Abdul Majid) terbongkar setelah korban mengadu kepada ibunya. Korban yang masih berusia dibawah umur (13) mengaku telah dicabuli pelaku yang tidak lain adalah tetangganya sendiri. Seusai melampiaskan nafsu bejatnya pelaku memberi uang agar tidak mengadu. Untuk kepentingan penyelidikan pihak kepolisian korban dibawa ke rumah sakit untuk kepentingan visum.
Astagfirulloh, tega-teganya seseorang yang diberi amanah mengamankan lingkungan malah mengamankan tetangga dengan memperkosanya, ibarat peribahasa indonesia ‘Pagar Makan Tanaman’.
kebiasaan-kebiasaan menyayat hati itu seperti ingin menyampaikan pesan bahwa mereka (pedofil, penjahat asusila) kebal terhadap jerat hukum dan sanksi pidana. memanfaatkan kelemahan sistem mencuri lemahnya pengawasan. kemudian bergentayangan di kelengahan rumah-rumah tetangga.
***
Layaknya disakralkan peribahasa ini hanya dianggap mitos. Perbuatan dialami seorang gadis usia (20) tahun di perkosa 14 remaja bukti konkrit kesakralan peribahasa diatas dianggap mitos belaka.
Kali ini peristiwa menyayat hati dialami Ay, Gadis 20 tahun. Korban diperkosa secara bergiliran oleh belasan orang di kawasan perkuburan di belakang Madrasah Aliyah (MA) di Desa Rasau Jaya, Kecamatan Rasau, Kabupaten Kubu Raya, pada Sabtu (23/7) malam.
Korban diketahui sudah dua kali diperkosa oleh pelaku yang diduga sama. Sebelumnya, ia diperkosa di sebuah kawasan oleh pelaku yang diduga lebih dari tiga orang, kejadian itu terjadi di Jalan Paku Alam, pada Sabtu, (16/7).