Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak-anak Perempuan jadi Sasaran Tembak Kakek Abbas

20 Januari 2017   11:02 Diperbarui: 20 Januari 2017   14:09 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gamabr: https://www.merdeka.com)

Tidak setiap Muslim adalah mukmin (orang yang beriman). Seseorang bisa saja telah berislam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, namun statusnya tidak dengan serta merta menjadi orang beriman. Bisa jadi hatinya ingkar sehingga ia termasuk ke dalam golongan orang-orang munafiq; bisa jadi hatinya tidak ingkar, namun ia termasuk ke dalam golongan orang yang banyak bermaksiat (fajir/fasiq). Bahkan, bisa jadi ia telah beriman pada pagi hari, namun pada sore hari ia melakukan suatu hal, baik itu amalan hati maupun amalan fisik yang menyebabkan ia berkelakuan diluar dari norma Islam sebagai agama yang dianutnya.

Kebejatan datangnya dimana saja, tidak mengenal tempat ruang dan waktu, masjidpun jadi. Pelakunya juga tak mengenal profesi dan status baik tua maupun muda, asal nafsu birahi yang mendominasi maka mangsanya tidak mengenal jenis kelamin, entah laki-laki maupun perempuan, asal birahinya tercapai puaslah hasilnya.

Belum hilang dari ingatan berita pencabulan terhadap anak perempuan yang masih duduk dibangku kelas IV SD, terjadi di Kabupaten Pinrang pelakunya tidak lain adalah guru honorer yang seharusnya mengayomi muridnya, malah memangsanya mentah-mentah lantaran tidak tahan melihat kemolekan tubuh si korban. Aksi pencabulan terhadap anak juga terjadi di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, Desa Gajah Makmur, tragisnya pelakuknya ayah kandungnya sendiri, berinisial MH sang korban putri kandungnya sendiri SN (15). Tak tanggung-tanggung ayah “predator” ini, sebanyak tiga kali menggagahi putri kandungnya. Perbuatan serupa juga di Kecamatan Gunung Kijang Tanjung Pinang Kepulauan Riau pada Senin 2 Januari 2017.

Lagi-lagi ayah kandung pelaku pencabulan terhadap anak kandung, tanpa dosa, tanpa belas kasihan, mereka menjadi korban birahi orang tua. Berita pencabulan kembali semarak menghiasi wajah kamera layar kaca. Seorang kakek penjaga masjid bernama Muhammad Abbas (66) yang tinggal di kelurahan Sungai Dama, Kecamatan Samarinda Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur melakukan perbuatan asusila terhadap empat orang anak perempuan. Tidak menutup kemungkinan, korbannya terus bertambah.

Korban pertama, TM (11), masih dibawah umur duduk di bangku Sekolah Dasar, menerima laporan ibu korban pada 13 Januari 2017, yang langsung ditindaklanjuti kepolisian dengan menangkap Abbas. Korban yang kesehariannya murid mengaji di masjid, diduga dicabuli di gudang bangunan masjid. Dimana lokasi masjid bertepatan sedang berlangsung proses renovasi.

Perbuatan bejat sang kakek kepada korban TM, pada 11 Januari 2017 lalu dia lakukan setelah korban diiming-imingi dengan uang Rp 50 ribu. Sebelumnya, korban dicabuli sekira 2 tahun silam, juga di tempat yang sama. Pelaku pencabulan yang berusia senja itu sontak menjadi perbincangan warga setempat. Korban 3 anak lainnya, didampingi orang tua melapor ke Polsekta Samarinda Ilir, dan melakukan visum. Dari hasil visum, akhirnya memperkuat dugaan 3 anak lain menjadi korban kejahatan seksual Abbas.

Sungguh perkasa Kakek Muhammad Abbas (66) ini, kejantanannya mengalahkan birahi hawa nafsu pemuda bahkan bapak-bapak dilampauinya hingga tega melakukan pencabulan kepada anak-anak yang masih berusia belia itu. Alasan jujur meluncur dari mulutnya, "Saya tidak terangsang dengan istri, tapi saya terangsang melihat anak-anak itu." Akunya saat diwawancarai pihak polisi.

Abbas yang kini mendekam di sel tahanan Polsekta Samarinda Ilir, dijerat pasal 81 dan 82 UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman 15 tahun penjara.

Atas rentetan peristiwa mencekam selama Januari 2017, rasa aman, nyaman terhadap anak-anak khususnya peremuan, keseriusana pemerintah masih perlu dipertanyakan keberpihakannya?. Sebagian besar dan hampir seluruh rakyat indonesia pastinya tidak menghendaki adanya aksi bejat ini, hanya mencoreng bopeng nama besar Indonesia di kancah dunia. Tapi kita kembalikan ke manusianya sendiri, jangan lupa peristiwa ini terjadi akibat kelalaian pemimpin yang kita pilih sendiri, mereka asyik dengan “panggung” sendiri sehingga lalai mengawasi kegelisahan warganya, fenomena pemerkosaan bahkan disertai pembunuhan kembali marak terjadi.

Makassar, 20 Januari 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun