Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Kartini Ini Enggan Menyerah dengan Keadaan

19 Juli 2019   15:29 Diperbarui: 19 Juli 2019   15:37 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu Kita Kartini Enggan Menyerah Dengan Kondis/dokpri

Pada suatu sore penulis bertemu dengan sosok perempuan tangguh bernama Kartini. Dikatakan tangguh ibu Kartini memang seharum namanya, memilih mejajakan keripik pisang, jagung marning dan lain sebagainya di sebuah Mall, sebut saja Grand Toserba dibilangan Toddopuli Pasar Segar Makassar ketimbang mengemis.

Kartini satu ini tidak sungkan-sungkan berjualan di depan pintu keluar masuk Toserba sembari ngemong anaknya perempuan bernama Naila yang berusia 3 tahun, meski harus berdekatan dengan tempat sampah.

Wanita single parent ini bukan Kartini sembarangan, iya benar ibu ini hanya seorang perempuan sederhana dengan senyum indah dan termasuk dalam golongan rakyat kecil yang biasa kita temui setiap hari. Beliau hanyalah seorang perempuan yang menamatkan hidupnya kepada kelapangan hati pembelinya saja. Intinya dia bukan Raden Ajeng Kartini asal Jepara. Walaupun begitu perempuan yang bernama Kartini ini mempunyai impian besar, mimpi hebat sederhana namun indah yang dibangunnya dari cucuran keras keringatnya dan usaha halal tanpa narkoba.

Kita dapat menjumpainya terduduk manis bersama malaikat kecilnya di basement parkiran Grand Toserba, sembari berjualan kripik pisang, jagung marning yang diambilnya dari sang produsen untuk kembali ia jual.

Meski mengalami gangguan pada penglihatannya. Bukan Kartini kalau berhenti dan menyerah pada kondisinya. Ibu kita Kartini dengan putrinya ini enggan berdiam diri satu harian di rumah.

Mempunyai fisik yang kurang dapat melihat hanya bayangan sosok samar-samar dapat ditangkapnya, tak membuatnya pasrah, justru hal ini menjadi motivasinya dalam membesarkan anak dan menghidupi keluarga.

Maaf, boleh dikatakan ibu ini tak ada pendidikan? Akan tetapi Kartini ini belajar dari alam. Lalu, tak ada uang? Kartini tidak mencuri atau menjadi bandar narkoba, beliau memilih cara halal berjualan keripik pisang, jagung marning dan sejenisnya.

Barang dagangan ibu kartini/dokpri
Barang dagangan ibu kartini/dokpri

Profesi sebagai bandar narkoba memang membawa kenikmatan dunia, persetan harga diri, katanya!. Toh demikian kehebatan komplotan narkoba juga mengantarkannya masuk penjara. Bahkan nyawa taruhannya.

Kisah pilu ini adalah salah satu contoh gambaran ibu seperti Kartini yang berada di Indonesia sebagian besar orang tua menghadapi sesuatu dengan tegar dibawah keterbatasan.

Wonder women ini begitu menginspirasi dan mengajarkan kepribadian untuk bersyukur atas rejeki dari Alloh SWT dan lebih kuat menjalani kompleksitas kehidupan dengan segala problematikanya.

Ibu Kartini dan putrinya/dokpri
Ibu Kartini dan putrinya/dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun