Mohon tunggu...
Pinsil Tempur
Pinsil Tempur Mohon Tunggu... -

Pinsil Tempur, nama aslinya Ali Murtadho, pernah sekolah,pernah kuliah, pernah tidak lulus, pernah lulus, tapi bukan diploma apalagi sarjana, Aktifitas sehari-hari : bersepeda,membaca, menggambar, menulis dan bercinta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anakku, Kelak Gurumu Menganggapmu Bodoh, Tapi Sejarah Mencatatnya Terbalik

4 Juni 2010   10:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:45 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Anakku, hari ini kamu ulang tahun ya? Oh, sudah lewat? Tak mengapa , anakku. Kamu bukannya sebatang pohon yang ukuran kemanfaatanmu diukur dari lingkaran tahun. Kamu adalah mahakarya-Nya. Masterpiece Allah yang sempurna tercipta dengan keunikanmu.

Nak, bersiaplah, sebentar lagi dunia akan kejam padamu. Dokter anak, praktisi pendidikan, psikolog, bahkan guru-gurumu akan mengecapmu dengan berbagai stempel yang terdengar keren. Sangat keren. Sangat buku. Sangat intelek. Tapi diam-diam ia membunuh karaktermu. Menginjak-injakmu saat kamu baru mulai bertunas. Mematikan daya terbesarmu. Nanti kau akan sering mendengar kata-kata ADHD, atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder, Dysleksia,Autis, Hiperaktif danmacam-macam kata yang ujungnya sindrom. Bagi ayah, itu semua tidak ada. Kamu itu unik. Teman-temanmu unik. Setiap pribadi yang lahir itu unik. Sebab seperti ayah bilang, kamu, teman-temanmu tercipta sempurna, betapapun keadaanmu. ‘Akhsanul Khaliqin’ begitu kata Tuhan.

Suatu hari nanti, gurumu akan menganggapmu bodoh--seperti gurunya Albert Einstein, gurunya Thomas Alfa Edison-- ketika kamu kesulitan membaca, kesulitan menulis juga kesulitan menghitung. Tapi kamu lihat bukan? Sejarah mencatat dengan cukup jelas siapa yang bodoh.

Kamu jangan kaget jika nanti ‘kecerdasan’mu akan diukur. Aneh bukan? Kecerdasan bisa diukur. Sedangkan tolok ukurnya cuma logis matematis. Sedangkan kamu, juga teman-temanmu mungkin mempunyai kecerdasan lain yang tidak bisa diukur dengan metode test semacam itu.

Bersiaplah anakku, sebentar lagi sekolahmu (baca : gurumu) akan bersikap tidak adil padamu. Kamu harus mempelajari sesuatu yang kamu tidak suka. Sesuatu yang mungkin tidak bermanfaat bagi hidupmu kelak. Kau terpaksa akan mempelajari sinus, cosinus, tangent dan lain-lain sedangkan mungkin kelak kamu hanya memerlukan ketrampilan menjumlahkan, mengalikan, membagi dan mengurangkan. Kamu juga harus menghafalkan angka-angka, tahun-tahun, kapan terjadinya perang Diponegoro, kapan Amerika ditemukan—seakan-akan benua Amerika pernah hilang--, kapan Patih Gajah Mada menikah, dan seterusnya. Guru Pelajaran Agama-mu juga dengan arogan mengancam kalau kelak kamu akan dimasukkan ke dalam neraka kalau kamu nakal. Guru Kesenianmu tak kalah belagu. Menggambar langit harus berwarna biru, daun harus berwarna hijau. Kalau kamu berbeda, maka kamu dianggap bodoh.

Anakku, ayah tidak punya hak terhadapmu. Ayah hanya mempunyai kewajiban terhadapmu. Mengantarkanmu mendapatkan pendidikan terbaik. Mengantarkanmu. Ya, mengantarkanmu. Tapi ayah khawatir. Kalau dunia pendidikan kita masih seperti ini, apakah ayah tega melepasmu di sekolah. Sedangkan ayah pulang ke rumah terus buka Kompasiana? Oh, kelak Tuhan akan marah. Oh bukan. Bukan. Sekarang pun Tuhan telah mulai marah. Padahal melalui Nabi-Nya, Tuhan telah berpesan, jangan tinggalkan generasi yang lemah dibelakangmu. Berarti ayah harus merubah semua ini. Doakan ya Nak, semoga ayah bisa memulainya. Teriak dong, hidup Ayah!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun