Kebenaran atau hoaks?
Hal ini juga menjadi gambaran besar terkait perubahan pemahaman atas kebenaran yang berbasis pada preferensi, kepentingan dan pilihan politik, konteks ini relevan untuk dibahas menjelang Pilpres 2019. Lalu seperti apa Aristoteles melihat fenomena ini?
Menurut Aristoteles kebenaran bisa dinilai dalam tiga hal yaitu: kalimat, pikiran dan kemudian obyek alami yang bukan kalimat dan bukan pikiran. Menurut Aristoteles kebenaran harus berada di sekitaran fakta. Adapun kebenaran dan fakta adalah dua hal yang berbeda kebenaran adalah Persepsi manusia terhadap fakta
Sederhananya.. jika ini adalah Apel dan ini adalah Jeruk maka kebenaran adalah mengatakan bahwa Apel ini adalah Apel dan Jeruk ini bukan Apel. Namun jika yang terjadi sebaliknya maka itu adalah kebohongan Inilah yang disebut sebagai correspondence theory of truth Lalu bagaimana hal ini dilihat dalam pilpres 2019?
Nyatanya konteks kebenaran itu belakangan tidak lagi dimaknai sebagai hal yang bersesuaian dengan fakta isu-isu seperti PKI kebocoran anggaran dan lain sebagainya. Kebenaran tidak lagi dianggap sebagai hal yang sesuai dengan fakta tetapi hal yang bisa di rasionalisasi dan masuk akal maka lahirlah Apa yang disebut sebagai Fakta alternatif yaitu fakta yang dikonstruksi untuk menyesuaikan dengan kebenaran yang ingin dibuat.Â
Sementara masyarakat menerimanya berdasarkan preferensi politik jika saya suka kandidat maka apa yang ia katakan sekalipun salah dan bohong adalah kebenaran.
Ini yang disebut sebagai era politik pasca kebenaran.Konteks ini tentu berbahaya karena masyarakat tidak lagi memilih pemimpin secara objektif berdasarkan program-program yang ditawarkannya. Bukan yang memberi kita Jeruk dan bilang bahwa itu adalah Apel.Â