Mohon tunggu...
Pinondang Hutauruk
Pinondang Hutauruk Mohon Tunggu... -

Saya seorang wiraswastawan suka membaca.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

SARA Itu Kayak Apa Sih? - Tinjauan Potensi pada Indonesian Idol Musim Kedelapan

20 Maret 2014   00:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:44 3318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah SARA sudah cukup lama hadir di bumi nusantara tercinta. Kalau saya tak keliru dimulai di zaman orde baru.  SARA merupakan singkatan dari Suku, Agama, Ras dan Antargolongan.

Sebelum melangkah lebih jauh perlu kita ketahui apakah ada UU yang mengatur hal ini, dan tentunya salah satunya adalah UUD 45 yang menjadi sumber utama hukum di Indonesia. Maka kita menemukan pasal 28 E UUD 1945 yang berbunyi:
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Pada prakteknya aplikasi pasal tersebut sebagai hukum positip tak sesederhana yang dibayangkan. Dengan bebas memeluk agama dan meyakini kepercayaannya serta menyatakan pendapat sesuai hati nuraninya dapat mengakibatkan seseorang mengalami benturan dengan orang lain sesama anak bangsa yang memiliki agama atau kepercayaan yang berbeda dengannya. Sehingga mau tak mau harus disadari bahwa pasal 28E UUD 1945 tak cukup mampu mengatur jika terjadi benturan atau konflik di antara sesama warga yang berbeda agama atau keyakinan.
Sudah umum diketahui kalau seorang muslim misalnya cenderung memandang dan memperlakukan sesama warga yang bukan muslim sebagai seorang kafir dan harus dijauhi bahkan dimusuhi. Seorang kafir tak boleh dijadikan sebagai pemimpin bagi kaum muslim, demikian dalil dari kaum muslim yang didukung oleh ayat suci. Kendati soal ini masih diselimuti kontroversi karena dalam agama Islam sendiri dapat terjadi beberapa penafsiran yang berbeda untuk sebuah ayat suci, namun faktanya telah banyak kasus konflik SARA akibat pihak tertentu begitu yakin dengan ajaran agamanya menjadikannya sebagai seorang yang berbeda secara substansial dari orang yang berbeda keyakinan dengannya.
Seorang telah pernah mengajukan judicial review terhadap pasal 28E UUD 1945 ini ke Mahkamah Konsttusi namun ditolak. Hal ini dapat dibaca dalam salah satu artikel Kompasiana pada link berikut:
http://politik.kompasiana.com/2010/04/20/uu-anti-penodaan-agama-versus-uud-1945-122331.html

Seiring kemajuan teknologi dengan merebaknya penggunaan internet isu SARA pun semakin marak melalui media internet dan menggerakkan pemerintah mengundangkan UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Hal ini tertuang dalam pasal 28 ayat 2   dibawah Bab VII. PERBUATAN YANG DILARANG yang berbunyi:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Ancaman hukumannya sesuai terdapat pada pasal 45 ayat 2 UU yang sama adalah seberat-beratnya 6 tahun dan/atau denda paling banyak sebesar 1 milyar rupiah.

Kembali ke topik, SARA itu kayak apa? Maka menjadi sangat subjektif dalam menilai sebuah informasi telah memenuhi syarat 'ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA'. Bukankah rasa benci dan permusuhan itu sangat subjektif sifatnya? Contoh kecil, seorang yang melamar pekerjaan di sebuah kantor dalam wawancara ditanya apa agamanya. Bagi seseorang yang sensitif maka pertanyaan itu bisa menyinggung perasaannya dan menilai pewawancara telah menunjukkan rasa kebencian dan permusuhan. Apalagi, misalnya si pelamar telah mencantumkan data agamanya dalam berkas lamarannya.

Dalam tayangan ajang pencarian bakat yang marak belakangan ini telah marak silang pendapat yang kental dengan SARA dan cenderung mengarah perpecahan antara sesama pemirsa di negeri ini.  Tak lain disebabkan para kontestan memiliki latar belakang suku, agama, ras dan antar golongan yang berbeda-beda.
Saat Indonesian Idol untuk pertama kali digelar tahun 2004 nuansa SARA telah mencuat.  Salah seorang kontestan dari suku dan agama tertentu minoritas berkali-kali menerima komentar dari salah seorang juri yang sangat keras dan kontras berbeda dari juri lainnya. Hanya ketabahan yang membuat sang kontestan melaju hingga grandfinal bahkan menyabet juara yang begitu historis. Hal yang sama terjadi saat ajang X-Factor untuk pertama kali digelar tahun 2012. Begitu kentalnya suasana persaingan antara dua kontestan yang memeluk keyakinan yang berbeda walaupun berasal dari suku yang sama, tercermin dari komentar-komentar di dunia maya yang sudah menjurus hujatan (akhir-akhir ini muncul istilah 'bully' yang sebenarnya berarti kata-kata yang mengintimidasi dari seorang yang merasa lebih kuat). Hujatan lebih dari sekadar mem-bully. Tak kurang pula ada penggemar yang dengan sengaja mempublikasikan foto-foto editan mengolok-olok kontestan pesaing. Kedua kubu telah melakukan hal yang sama: menjelek-jelekkan pesaing secara grafis foto maupun melalui komentar yang bernada SARA sesuai dimaksud dalam pasal 28 ayat 2 UU No 11 Tahun 2008 Tentang ITE. Namun sampai selesainya grand final ajang dimaksud tidak ada tercatat kasus pelanggaran apalagi yang sampai ke meja hijau. Mendingin dengan sendirinya.

Saat ini sedang hangat berlangsung babak Spektakuler ajang Indonesian Idol Sesi ke-delapan. Aura persaingan di antara sesama pendukung di dunia maya marak lagi. Isu SARA merebak lagi.

Menjadi pertanyaan, apa kriterianya sebuah pernyataan itu telah dinilai sebagai sesuatu yang telah melanggar pasal 28 ayat 2 UU No 11 Tahun 2008 itu ? UU itu tak mengatur kriterianya. Dengan demikian kriterianya baru ditemukan saat perkaranya telah sampai ke pengadilan terkait. Dan akan tergantung keputusan majelis hakim yang menyidangkannya. Satu tim hakim bisa saja mempunyai keputusan yang berbeda dari satu tim hakim yang berbeda karena penilaian mereka pun akan bersifat subjektif.

Hal ini menjadi penting karena di masa mendatang diperkirakan akan semakin banyak bentuk kompetisi yang melibatkan peranan pemirsa dalam memberikan penilaian kepada kontestan dalam bentuk voting sms. Bukan tidak mungkin akan ada kasus pelanggaran pasal dimaksud di atas  yang sungguh bermuara pada putusan hakim.

Maka sudah waktunya memperjelas kriteria pelanggaran unsur SARA sesuai hukum yang berlaku di negeri ini. Kecenderungan saat ini di masa tayangan Spektakular Indonesian Idol ini orang cenderung kebablasan dalam menyampaikan pendapatnya tentang kontestan tertentu tanpa mengetahui rambu-rambu karena memang rambu-rambunya tak jelas atau malah tak ada. Pembuat forum yang membahas Indonesian Idol saat ini sekadar mencantumkan agar tulisan atau komentar tak mengandung unsur SARA tanpa merinci seperti apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun