Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Anjloknya Rupiah Sumbang Surplus Neraca November

5 Januari 2014   11:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:08 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak pertengahan tahun lalu, Rupiah mulai bergerak meninggalkan zona nyamannya seiring dengan fundamental dalam negeri dan sentimen global terhadap mata uang major seperti US Dolar. Level psikologis Rp 10.000 per dolar pun ditembus pada akhir Juli.  Memasuki triwulan terakhir, kecuraman pergerakan rupiah semakin terlihat. Pada bulan November, Rupiah terus bergerak meninggalkan level Rp 11.000, dan akhirnya menembus level psikologis Rp 12.000 menjelang tahun Baru 2014. Membaiknya indikator ekonomi negeri Uncle Sam yang menjadi parameter ekonomi global juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap anjloknya nilai tukar rupiah kita ini.

Aroma kepanikan pun melanda pelaku pasar. Sebagian orang mulai melihat bayang-bayang badai ekonomi yang ditakuti kembali menghantam negeri ini. Beberapa analis pun membuat prediksi terburuk jika seandainya rupiah benar-benar menembus level Rp 14.000.

Sebenarnya pasar memiliki mekanisme self immune-nya sendiri selama pemerintah mampu menjaga tingkat inflasi dan memainkan peranannya secara maksimal sebagai regulator.

Kenyataannya, hukum ekonomi klasik supply and demand membuat depresiasi rupiah ini membawa berkah tersendiri. Di satu sisi depresiasi rupiah memang menghantam sisi-sisi pasar yang berhubungan langsung dengan produk impor, seperti barang-barang mekanik dan elektronik. Namun di sisi lain, menguntungkan para pedagang yang memasarkan produknya ke luar negara. Rupiah yang melemah membuat nilai konversi mata uang major seperti US Dolar ke rupiah meningkat sehingga menjadi stimulus bagi para eksportir untuk menggenjot ekspor mereka. Dari sisi pembeli di luar Indonesia, pelemahan nilai rupiah sama artinya dengan membeli dengan harga yang lebih murah.  Dengan demikian mereka akan cenderung meningkatkan volume pembeliannya.

Sebaliknya, para importir sedapat mungkin menahan laju impor untuk menekan biaya perolehan. Kebijakan paket penyelamatan ekonomi yang diluncurkan pemerintah sedikit banyak juga mempengaruhi penurunan volume impor.

Efek psikologis depresiasi rupiah ini pun ikut  mengerek naik neraca perdagagan Indonesia. Dari data neraca perdagangan internasional Indonesia yang dirilis BPS Kamis (2/1) yang lalu, terlihat surplus neraca yang signifikan. Dibanding bulan Oktober, ekspor November mencapai 15,92 miliar dolar atau naik 1,45% . Sedangkan impor turun menjadi 15,67 miliar dolar atau turun 3,35%. Dengan demikian terjadi surplus sebesar 776,8 juta dolar. Ini pencapaian surplus tertinggi sejak April 2012 lalu.

Ekspor paling besar berasal dari sektor non migas terutama minyak kelapa sawit (CPO) yang permintaannya sedang tinggi ditambah dengan harga CPO di pasar global yang juga mengalami kenaikan.

Kita tahu bersama, belakangan ini pemerintah memang punya PR besar membereskan defisit neraca perdagangan internasionalnya. Tahun lalu indonesia hanya mencatat empat kali surplus pada perdagangan bulan Maret, Agustus, Oktober dan terakhir November. Jadi walaupun pada bulan November lalu terjadi surplus besar, secara year on year Indonesia masih harus menanggung defisit perdagangan sebesar 5,6 miliar dolar.

Kita tunggu rilis data untuk neraca bulan Desember 2013. Pada awalnya banyak pengamat yang memprediksi neraca akhir tahun 2013 (termasuk neraca November) akan terus tergerus defisit mengingat habit pasar, setiap akhir tahun volume impor cenderung meningkat. Namun rilis data BPS membuktikan sebaliknya. Bahkan kini banyak yang optimis efek depresiasi rupiah masih akan memegang peranan penting menjaga surplus neraca Desember.

Momentum ini sebaiknya dimanfaatkan tim ekonomi pemerintah dengan maksimal. Sektor-sektor non-migas diberi fasilitas agar terus meningkatkan volume ekspornya. Selain itu kebijakan-kebijakan fiskal untuk menjaga laju impor juga terus dikaji agar tetap efektif membentengi derasnya produk dari luar negeri.

Jika surplus neraca bisa terus dipertahankan, maka para investor akan kembali melirik pasar domestik. Tentu saja iklim politik yang menghangat tahun 2014 ini juga merupakan keadaan fundamental yang diperhatikan oleh investor. Jika faktor sosial politik dalam negeri juga mampu  membawa angin segar dan meyakinkan para investor serta pelaku pasar, hal ini sangat menguntungkan bagi penguatan rupiah kita. Inilah mekanisme pasar memulihkan dirinya. Well, selalu ada hikmah dibalik musibah. Begitu petuah kakek buyut kita.

Salam Kompasiana. (PG)

Referensi:

Neraca Indonesia Surplus November

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun