Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nak, Jangan Buka Situs Porno Ya

29 Mei 2015   17:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:28 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sesungguhnya kata-kata pada judul tulisan itu tidak pernah saya ucapkan pada anak saya. Tidak perlu. Anak saya yang masih berumur 3 tahun menggunakan handphone saya hanya sebatas games dan internetnya saya pasti matikan ketika dia pegang. Ceritanya begini, kemajuan teknologi internet dan alat komunikasi dicurigai membawa kecendrungan dampak negatif bagi penggunanya, terutama bagi anak-anak. Bahkan berbagai saran diarahkan kepada anak-anak, agar jangan keseringan bermain handphone. Si anak ditakutkan kurang bergaul, terganggu belajarnya, sampai yang paling parah terganggu mentalnya karena hidupnya di dunia maya bukan di dunia nyata. Meski pun orang tua justu mungkin lebih sering main handphone dan bisa jadi mentalnya jauh lebih buruk daripada nasib anaknya sendiri. Bisa jadi, orang tua yang malah kurang dekat dengan anaknya ya gara-gara keseriangan main handphone.

Nah ketakutan-ketakutan tersebut tampaknya juga mempengaruhi seorang menteri. Bagi anda-anda yang membebaskan anak-anak untuk menggunakan handphone harus tahu, kalau Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise sedang menyiapkan peraturan menteri mengenai larangan penggunaan telepon seluler atau ponsel terhadap anak-anak (beritanya ada di sini).

Bu Menteri menilai anak-anak, terutama pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD) belum perlu menggunakan handphone. Bu Menteri tampaknya takut sekali anak-anak membuka situs-situs yang kurang baik dan dia perpendapat kecendrungannya anak-anak tersebut ketika SMP dan SMA mulai mempraktikkan. Jadi ketakutan Bu Manteri cenderung kepada akses internal yang tidak terkontrol. Penggunaan handphone menurutnya memiliki dampak buruk lainnya, seperti hilangnya konsentrasi belajar, semakin kecilnya interaksi sosial, sampai penggunaan waktu belajar yang kurang efisien. Intinya Bu Menteri adalah melindungi segenap anak-anak bangsa dari penjuru negeri.

Sayang, Bu Menteri belum memberi kisi-kisi larangan penggunaan handphone bakal dilarang di sekolah saja atau di rumah sekaligus. Soalnya, penggunaan handphone jelas-jelas lebih sering di rumah. Bagaimana pun anak-anak jauh hidup lebih lama di rumah dibandingkan di sekolah. Jadi waktu belajar di rumah pun bisa terganggu gara-gara penggunaan handphone. Pertanyaannya, apakah ibu menteri nantinya mengakomodir larangan penggunaan handphone di rumah juga? Tapi rasa-rasanya tidak mungkin ya, karena rumah adalah ruang privat bagi keluarga sebagai tempat berinteraksi dan melakukan berbeagai kegiatan antara ayah, ibu dan anak, sekaligus kakek nenek (kalau masih hidup).

Sebelum buru-buru membuat peraturan larangan penggunaan handphone pada anak, ada baiknya Bu Menteri menilik terlebih dulu hasil penelitian mengenai penggunaan handphone bagi anak dan remaja di Indonesia. Agar peraturan tidak dibuat berdasarkan asumsi semata, namun berdasarkan alasan yang jelas alias bukti empiris kalau bahasa kerennya.

Pada Bulan Pebruari 2014, UNICEF sebagai lembaga PBB untuk anak-anak bersama para mitra, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Universitas Harvard, AS merilis hasil penelitian berjudul "Keamanan Penggunaan Media Digital pada Anak dan Remaja di Indonesia". Penelitian ini ini menelusuri aktivitas online dari sampel anak dan remaja yang melibatkan 400 responden berusia 10 sampai 19 tahun di seluruh Indonesia dan mewakili wilayah perkotaan dan pedesaan. Studi ini bertujuan menyediakan informasi penting tentang cara-cara kelompok usia anak dan remaja dalam menggunakan media sosial dan teknologi digital, motivasi mereka menggunakan media komunikasi tersebut, dan potensi risiko yang mereka hadapi dalam dunia digital (sumber ada di sini). Tidak lain tidak bukan, salah satu akses media digital salah satunya tentu saja menggunakan handphone. Lalu bagaimana hasil penelitian tersebut?

Sebanyak 98 persen dari anak dan remaja mengetahui dunia internet dan 79,5 persen di antaranya adalah pengguna internet. Angka ini menunjukkan betapa tingginya penggunaan internet oleh anak-anak dan remaja. Dari anak-anak pengguna yang disurvei menyatakan telah menggunakan media online selama lebih dari satu tahun dan hampir setengah dari mereka mengaku pertama kali belajar tentang internet dari teman. Menariknya, Studi ini juga mengungkapkan bahwa sekitar 52 persen dari anak-anak yang telah disurvei menggunakan ponsel untuk mengakses internet. Penggunaan media digital oleh anak-anak pun bukan tanpa alasan, ada tiga motivasi bagi anak dan remaja untuk mengakses internet, yaitu untuk mencari informasi, untuk terhubung dengan teman (lama dan baru) dan untuk menikmati hiburan.

Hal yang paling menarik dari penelitian ini menurut saya adalah hampir semua anak-anak tidak setuju terhadap konten pornografi di internet. Namun, sayangnya sejumlah besar anak dan remaja telah membuka konten pornografi, terutama ketika muncul secara tidak sengaja atau dalam bentuk iklan yang menampilkan konten bernuansa vulgar. Jadi secara sengaja atau tidak sengaja, anak-anak bisa saja mengakses konten pornografi tanpa diketahui oleh orang tuanya. Apalagi kalau handphone yang digunakan sama sekali tidak pernah diperiksa oleh orang tua. Nah setelah membaca hasil penelitian tersebut, bagaimana pendapat ayah dan ibu sekalian?

Bu Menteri Mungkin Dapat Mempertimbangkan Rekomendasi Penelitian ini

Sebelum buru-buru melakukan peraturan larangan penggunaan handphone terhadap anak-anak, Bu Manteri dapat meninjau hasil studi ini, mana tahu bisa jadi salah satu bahan pertimbangan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan internet telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak-anak dan remaja. Untuk itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan agar tetap menggunakan internet dengan aman.

Penelitian ini merekomendasikan, agar orang tua dan guru mengawasi dan mendampingi anak-anak a ketika mengakses media digital. Salah satu cara sederhananya, contohnya orang tua dapat menjadi 'teman' di akun jejaring sosial anak. Orang tua dapat memantau dan dan terus berkomunikasi secara intensif dengan anak-anak. Rekomendasi ini masuk akal, karena banyak kasus orang tua yang kehilangan anak remajanya, justru baru sadar anaknya pergi entah kemana gara-gara pergaulan melalui media sosial. Orang tua cendrung tidak mengontrol dengan siapa saja anak-anak sedang bergaul.

Menurut saya, ada baiknya Bu Menteri juga mempertimbangkan untuk mengedukasi para orang tua agar terus memperhatikan dan mendampingi si anak dalam menggunakan media diginal lewat handphone tersebut. Orang tua bisa menjadi kawan di dunia nyata dan di dunia maya. Jadi jangan sampai orang tua tak tahu menahu pergaulan anak-anaknya. Adanya edukasi tersebut juga dapat mendorong orang tua dapat tetap menjalin hubungan yang intim dengan anak-anak mereka sekaligus mengawasi pergaulan anak di luar rumah. Termasuk juga, menjaga anak-anak dari akses konten internet yang tidak layak untuk dilihat oleh anak-anak. Kalau orang tua bisa mengawasi anak ketika mengakses media digital, mungkin enggak perlu lagi tuh mengatakan, “nak jangan buka situs porno ya.”

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun