Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Membaca Bambu Mengungkap Makna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca "God Bless and You: Rock Humanisme" Membaca Realitas Sosial Hari Ini

10 Oktober 2017   10:00 Diperbarui: 10 Oktober 2017   10:09 949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
God Bless (Foto: Alex Palit)

Dalam sebuah obrolan di kantin Kompas -- Gramedia, Palmerah Jakarta, Rabu (4/10), dengan Pemimpin Harian Warta KotaAchmad Subechi yang juga pernah menjadi Pemimpin Redaksi Kompas.com dan redaktur foto Tribunnews.comFX Ismanto, yang kebetulan sama-sama menyukai musik, saya pun bilang bahwa God Bless adalah satu-satunya grup band rock yang punya komitmen dan konsistensi mengangkat lagu-lagu bertemakan humanisme.

Bahkan kalau simak banyak di antara tema humanisme lirik lagu-lagu God Bless masih faktual dan kontekstual merepresentasikan realitas sosial yang sedang kita hadapi saat ini.

Seperti pada lagu "Anak Adam", ciptaan Donny Fattah. Sebagaimana pada cuplikan lirik lagu tersebut; Kau dan aku, kita semua anak Adam / Datang dari satu rahim / Namun kini kita saling mendendam / Ini semua karena faham.Dan itupun kini beraksi.

Bagaimana kita saksikan hanya lantaran beda pendapat, beda paham dan beda pilihan politik, kita akhirnya saling hujat, saling fitnah, bahkan sampai menjurus ke arah persekusi. Dan kita pun terpolarisasi olehnya.

Kita pun dibuat tersentak oleh terbongkarnya jaringan sindikat penebar ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong (hoax) di media sosial dengan menempatkan isu atau sentimen bernada dan berbau SARA. Di mana jaringan sindikat penebar ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong yang bekerja secara terorganisir ini sudah melakukan aksinya sejak November 2015.

Mirisnya lagi, jaringan sindikat ini melakukan aksinya dengan mengunggah dan menebarkan ujaran-ujaran kebencian dan berita bohong bernada SARA ini disinyalir bergerak atas dasar order (pesanan).

Sementara pada lagu "Raksasa" ciptaan Teddy S, Rudy Gagola dan Jockie Soeryoprayogo, mencoba mengkritisi pada elite penguasa yang menghalalkan segala cara demi kepentingan keserakahan ambisinya yang dipersonifikasikan sebagai sosok raksasa.

Setidaknya dari apa yang tersirat di lagu "Raksasa" masih begitu kontekstual dengan realitas apa yang terjadi kalau kita melongok panggung politik kita saat ini yang dipenuhi personifikasi raksasa.

Di mana saat ini publik disuguhi tontonan panggung politik dipenuhi raut wajah dan kata dusta di antara senyum manis dan janji-janji bohong, tipu sana tipu sini, sebar fitnah, dan tak peduli singkirkan semua orang yang menghalang dan jadi korban.

Protesnya musik adalah protes budaya. Di sini God Bless tidak bermaksud menuding atas nama seseorang yang ia simbolisasikan dan dipersonifikasikan sebagai Raksasa, tapi setidaknya lewat nyanyian ini God Bless ingin mengingatkan kepada kita untuk menimbang di balik apa yang tersirat dari lagu "Raksasa". Melalui bahasa musik, God Bless menyuarakan kritik sosial atas prilaku politikus Raksasa yang kian menggejala saat ini.

Dari obrolan itu akhirnya saya pun mengulas buku "God Bless and You: Rock Humanisme" terbitan Elex Media Komputindo, yang saya tulis. Bahwa keindahan musik bukan hanya terletak pada permainan harmonisasi nada, melodi, dan lirik, melainkan pada dialektika bunyi. Pada dialektika bunyi inilah artikulasi sebuah lagu memancarkan makna dan auranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun