Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surat Natal Uskup Jayapura untuk Siapa?

28 Desember 2021   21:09 Diperbarui: 28 Desember 2021   21:10 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

"Surat gembala dari Uskup Leo Laba Ladjar tidak menarik.  Saya kira bukanlah surat gembala oleh seorang pimpinan Gereja yang ada di atas tanah Papua ini. Surat ini, cocok sebagai pekerjaan para humas PON, sebab isinya hanya puja-puji penyelenggaraan PON," tulis seorang aktivis kemanusiaan di WhatsApp grup, 25 Desember 2021.

Papua, manusia, budaya dan alamnya sedang menderita. Kita melihat sampai dengan hari Natal, 25 Desember 2021, masih ada pengungsi Nduga, Intan Jaya, Kiwirok, Maybrat. Demikian halnya, konversi hutan alam dengan perkebunan kelapa sawit masih terjadi di Merauke, Boven Digoel dan Sorong. Rencana pertambangan di blok Wabu, Intan Jaya menimbulkan operasi militer di sana. Demikian halnya, eskalasi politik Papua merdeka tidak pernah surut. Papua menjadi kubangan pertarungan kepentingan ekonomi, ideologi dan politik yang belum menemukan titik cerah!

Dalam situasi seperti itulah, Gereja Papua, termasuk Gereja Katolik (di) Papua berkarya. Yesus dan Injil menjumpai Papua yang sedang tidak baik-baik saja! Gereja Papua bukan "rumah aman" melainkan "rumah perjuangan" untuk mencapai hidup sejahtera lahir dan batin. Gereja Papua, menjadi tumpuan harapan akan masa depan yang lebih baik. Sebab, Gereja memiliki gembala, yang tidak mungkin meninggalkan kawanan domba diterkam oleh singa dan harimau buas!

Meskipun demikian, tidak semua gembala berhati Papua. Tidak semua gembala masuk ke dalam rumah hidup orang Papua. Tidak semua gembala merasakan penderitaan, pergumulan dan kecemasan orang Papua. Tidak semua gembala mau terlibat di dalam upaya pembebasan Papua!

Kita melihat dengan jelas dan terang benderang, pilihan sikap gembala, sebagaimana yang tertera dalam surat Natal, yang diterbitkan oleh Uskup Jayapura, Mgr. Leo Laba Ladjar OFM dengan judul, "Kita Semua Bersaudara." Seyogianya surat Natal, yang dikeluarkan Uskup dan dibacakan di setiap gereja pada perayaan Natal tersebut mengangkat realitas, data dan fakta kehidupan umat beriman di keuskupan Jayapura, dan Papua pada umumnya dalam terang Injil dan semangat kelahiran sang Putra Allah!

Kenyataan justru terbalik. Uskup Leo mengawalinya dengan memberikan pujian atas pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua, Oktober 2021 silam. Apa relevansi kesuksesan pelaksanaan PON dengan kenyataan kehidupan orang Papua yang mengungsi di Nduga, Intan Jaya, Kiwirok, Maybrat? Apa hubungan Uskup Leo dengan PON?  

Demikian halnya, Uskup bicara tentang dialog interreligious, dalam rangka membangun persaudaraan umat manusia. Membicarakan persaudaraan, sambil mengabaikan berbagai kekerasan yang terjadi di tanah Papua hanyalah penipuan belaka! Uskup Leo bicara persaudaraan, tetapi melupakan umat, kawanan dombanya yang menderita di pengungsian.

Seorang aktivis perempuan terkemuka di Papua menulis di WhatsApp, "Saya bayangkan surat macam ini dibaca di gereja Mabilabol, di tengah beban umat di sana, yang sedang menanggung pengungsi dari Kiwirok atau dibaca di gereja-gereja di Wamena yang sehari-hari melihat pengungsi Nduga, macam apa perasaan mereka? Saya heran, Uskup Jayapura makin hilang rasa kemanusiaannya sebagai seorang gembala!"

Seorang Pastor muda bahkan secara blak-blakan bilang dia tidak membacakan surat itu di gereja! "Saya tidak mau baca. Jadi, saya tidak baca," tulisnya melalui pesan WhatsApp. Pastor muda tersebut tentu merasa Uskupnya mengkhianati domba-domba yang dipercayakan kepadanya! Bagaimana mungkin, seorang Uskup di tanah Papua, sepanjang dua belas bulan di tahun 2021 ini, pada saat menulis surat Natal, tidak menyingung persoalan mendasar yang diderita kawanan domba orang Papua. Kita bertanya, "Uskup Leo menjadi Uskup di Keuskupan Jayapura, tanah Papua untuk siapa?"

Padahal, jauh di sana, para Uskup PNG dan Kepulauan Salomon, melalui Uskup Agung Anton Bal menerbitkan surat yang mendesak agar permasalahan Papua dapat segera diselesaikan melalui dialog! Uskup di PNG dan Salomon peduli pada Papua, sedangkan Uskup Leo, yang tinggal di pusat pemerintahan Papua, di kota Jayapura, justru mengabaikan penderitaan orang Papua di dalam surat Natalnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun