"Jadi, jikaulah Aku  membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki" (Yohanes 13:14).
Sang Fajar Timur bercahaya menembus rimba Papua. Terang itu menyinari kegelapan belantara Papua di pantai, dataran rendah dan pegunungan. Fajar Timur telah terbit untuk menerangi kegelapan Papua. Fajar Timur yang memberikan kehangatan. Fajar Timur yang memberikan harapan akan masa depan Papua yang lebih baik. Itulah Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur, Abepura, Jayapura.
Hari ini, 10 Oktober 2020, lima puluh tiga tahun silam, berdiri Akademi Teologi Katolik (ATK). Sebuah lembaga pendidikan tinggi Katolik, yang mempersiapkan para pelayan Tuhan di tanah Papua. Kehadirannya, memberikan harapan baru bagi lahirnya pelayan-pelayan Gereja lokal, baik awam (Katekis) maupun imam tertahbis.
Kini, ATK menjelma menjadi Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Abepura. Dahulu, ATK mempersiapkan pelayan umat, baik yang akan menjadi awam maupun imam. Kini, STFT Fajar Timur mempersiapkan para imam Allah di tanah Papua.
Peralihan fungsi dari mempersiapkan para pelayan umat, baik kaum awam (Katekis) maupun maupun imam menjadi hanya untuk para calon imam tertahbis berdampak besar pada kenyataan di medan pastoral. Tercipta keterpisahan (jurang) antara kaum tertahbis dan Katekis. Demikian halnya, ketidakhadiran para Pastor tertahbis dalam penderitaan orang Papua acapkali mendapat sorotan di tengah kehidupan umat.
Apa saja narasi Fajar Timur yang perlu diletakkan di atas dian agar dapat dilihat semua orang? Bagaimana pendidikan kontekstual Papua berperan mempersiapkan para imam di medan pastoral Papua? Bagaimana menjadi Gembala yang mau masuk ke dalam rumah kawanan domba orang Papua?
"Jadikanlan mereka murid-Ku" (Matius 28:19). Itulah moto STFT Fajar Timur. Moto ini mengandung visi Kerajaan Allah yang diemban Yesus dan diberikan-Nya kepada para Rasul-Nya. Ia menghendaki Kerajaan Allah diwartakan ke seluruh dunia. Visi Kerajaan Allah ini pun tiba di bumi Papua melalui para Misionaris Eropa.
Saat ini, situasi sosial politik Papua tidak menentu. Orang Papua, yang mayoritas menganut iman Katolik dan Protestan sedang berhadapan dengan kenyataan tidak menguntungkan ini. Setiap saat, kita melihat dan mendengar kabar menyedihkan yakni kematian kawanan domba, baik yang mati karena ditembak aparat keamanan maupun karena penyakit.
Kerajaan Allah berhadapan dengan penderitaan orang Papua. Bagaimana mewartakan Kerajaan Allah di hadapan penderitaan orang Papua ini? Apakah sekedar merayakan Ekaristi pada hari Minggu? Apakah mengambil sikap diam di hadapan penderitaan orang Papua karena tidak berkaitan dengan tugas imamat?
Fajar Timur perlu diletakkan di atas kaki dian "menjadi gembala yang baik" seperti permintaan Yesus. Gembala di hadapan kawanan domba yang sakit, lapar dan tertindas. "Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10) . Â Kehadiran kita di tengah kawanan domba guna memberikan hidup. Kita hadir supaya kawanan domba merasakan sapaan Allah dari jarak dekat. Pada titik ini, keteladanan kerendahan hati adalah yang utama.Â