Dana ratusan miliar atas nama tanggap darurat KLB campak dan gizi buruk di Asmat dipakai untuk membangun jembatan gantung dan jalan beton yang tidak mendesak bagi orang Asmat.Â
Andai saja dana ratusan miliar itu dipakai untuk pembangunan infrastruktur dasar di kampung yaitu gedung sekolah dasar, rumah guru, gedung Pustu, dan rumah untuk petugas kesehatan di kampung-kampung, maka orang Asmat akan terselamatkan.Â
Sebab, orang Asmat tinggal di kampung-kampung terpencil yang sulit akses layanan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.Â
Dampaknya, mereka sakit dan bermuara pada terjadinya KLB campak dan gizi buruk. Tetapi, anehnya ketika anak-anak Asmat mati karena campak dan gizi buruk, Presiden Jokowi membangun jembatan gantung dan jalan beton di Kaye dan wilayah Asmat lainnya.
Konteks Asmat, pemerintah daerah Kabupaten Asmat, pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah pusat di Jakarta harus membangun infrastruktur dasar yaitu gedung sekolah, rumah guru dan menempatkan guru-guru terbaik untuk tinggal di kampung dan mengajar anak-anak.Â
Demikian halnya, di bidang kesehatan pemerintah harus membangun gedung Pustu dan rumah untuk petugas kesehatan supaya mereka tinggal di kampung dan melayani kesehatan orang Asmat.Â
Orang Asmat membutuhkan guru dan petugas kesehatan bukan jembatan gantung dan jalan beton.
Selain itu, karena campak dan gizi buruk erat kaitannya dengan makanan, maka orang Asmat juga membutuhkan petugas pertanian.Â
Orang Asmat membutuhkan PPL tinggal di kampung dan melatih masyarakat bercocok tanam sayur dan buah-buahan. Sebab, saat ini orang Asmat sudah mulai belajar bertani.Â
Mereka membutuhkan pendampingan dari jarak dekat. Maka, kehadiran PPL merupakan suatu kemendesakan.
Pembangunan jembatan gantung dan jalan beton di Agats, Kaye, dan Asmat lainnya untuk siapa? Orang Asmat berjalan kaki. Pada saat ke dusun, mereka menggunakan perahu atau long boat.Â