Mohon tunggu...
Petra Wahyu Utama
Petra Wahyu Utama Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sejarah

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” -Pramoedya Ananta Toer-

Selanjutnya

Tutup

Kkn Artikel Utama

Kaleng Bekas Menjadi Produk Berkualitas: Mengenal Sentra Industri Kecil Bugangan, Semarang

13 Juni 2020   03:20 Diperbarui: 19 Juli 2024   01:25 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Koleksi Arsip Pribadi

Kemunculan Kaleng dan Pemanfaatannya

Kaleng adalah lembaran baja yang dibalut timah. Kaleng timah (tin can) merupakan pengembangan dari penemuan Nicolas Appert pada dasawarsa 1800-an. Produk ini kemudian dipatenkan oleh seorang berkebangsaan Inggris, Peter Durand pada 1810. 

Timah dipilih karena relatif tidak beracun dan menambah daya tarik kemasan karena berkilat dan tahan karat. Pabrik pengalengan komersil pertama kemudian muncul di Jalan Southwark Park, London. 

Di tahun 1813, pabrik ini telah menciptakan produk makanan kalengan pertama untuk Angkatan Laut Inggris. Pada akhir abad ke-19, kaleng kemudian mulai diproduksi massal sebagai standar produk konsumen.

Di masa kolonial, makanan kaleng termasuk pilihan kuliner berkelas yang tersaji di meja makan keluarga Belanda. Pada kurun waktu 1930-1933, jumlah makanan kaleng yang diimpor dari luar negeri ke Hindia Belanda semakin mengalami peningkatan. 

Mentega, keju, ikan, daging, biskuit, buah, dan sayuran yang dikalengkan semakin menjadi populer ketika iklan tentang produk-produk ini mulai dibuat. 

Seperti iklan makanan kaleng Del Monte, produksi Amerika yang berisi asparagus, ercis, hingga buah-buahan. Pascakemerdekaan Indonesia, makanan kaleng tidak begitu dilirik oleh masyarakat Indonesia. Bahkan pada periode Orde Lama, industri makanan kaleng dengan skala besar seperti Indonesian Canning and Freezing Factory yang terletak di Kupang harus gulung tikar. 

Perubahan kemudian terjadi pada era Orde Baru, pada 1970 hingga dekade 1980-an industri makanan maupun minuman kaleng mulai bertumbuh dengan pesat. Tinplate (lembaran baja yang dilapisi dengan lapisan timah tipis) sebagai bahan utama pembuatan kaleng kemudian di impor lewat perusahaan bernama Panca Holdings.

Namun demikian, masalah kemudian muncul ketika kaleng bekas makanan minuman ini menjadi limbah yang tidak bisa diurai secara alamiah. Limbah ini dikategorikan ke dalam limbah anorganik. Biasanya kaleng-kaleng yang isinya telah dikonsumsi, dibuang dan menjadi limbah yang menumpuk di pembuangan sampah. 

Hal ini tentunya menjadi problem, karena bahan dari kaleng bekas yang tidak bisa diurai secara alamiah akan menganggu kebersihaan lingkungan. Apabila kondisi hujan, kaleng-kaleng ini menjadi tempat yang sangat nyaman bagi nyamuk-nyamuk untuk berkembang biak. 

Di Semarang, masalah tentang limbah kaleng bekas ini ternyata dibidik oleh beberapa orang untuk mengubahnya menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi seperti panci, dandang, wajan tong sampah, oven, loyang, kotak surat, mesin pengering ikan, dan lain sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun