Mohon tunggu...
Aam Permana S
Aam Permana S Mohon Tunggu... Freelancer - ihtiar tetap eksis

Mengalir, semuanya mengalir saja; patanjala

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tenun Gadog yang Terancam Punah

10 Desember 2018   15:11 Diperbarui: 10 Desember 2018   15:20 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tenun gadog, adalah tenun tradisional khas Desa Nunuk Baru Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Pernah mencapai masa keemasan, kini, tenun ini terancam punah.

Untungnya, pemerintah setempat cukup memberikan perhatian. Jika tidak, boleh jadi, tenun warisan leluhur Maja yang konon sudah berumur 300 tahun tersebut, hanya tinggal nama.

Ada beberapa hal yang menyebabkan tenun ini terancam punah.

Pertama, warga atau pengrajin yang dikatagorikan bisa menenun di Desa Nunuk Baru, kini diperkirakan tinggal 20 orang saja. Itupun mereka umumnya sudah tua.

Seorang di antaranya, Ma Kasti, yang disebut-sebut generasi ketiga penjaga tenun Gadog, umurnya bahkan sudah lebih dari 100 tahun, walau hingga kini masih bisa menenun, memintal kapas honje menjadi kain.

Pemerintah setempat dan Pemprov Jabar, sebenarnya sudah berupaya menarik generasi muda untuk belajar menenun. Itu dilakukan agar ada regenarasi dan tenun Gadog selamat dari kepunahan.

Namun hasilnya hingga sejauh ini belum nampak, walau diakui mulai ada beberapa generasi muda yang mulai paham cara memintal kapas dan menggunakan alat tenunnya yang tradisional.

Kedua, bahan baku untuk tenun, yakni pohon randu honje yang buahnya bisa menghasilkan kapas, sudah mulai langka, baik di Majalengka maupun daerah lainnya. Kenyataannya beda dengan jaman dulu, ketika warga banyak yang tertarik menanam pohon randu.

Sebuah komunitas di Desa Nunuk Baru, sejak beberapa tahun lalu, diketahui ada yang mencoba menanam randu, yang tujuan utamanya untuk menyediakan bahan baku untuk tenun.

Hanya karena lahan yang tersedia terbatas dan warga setempat belum banyak yang hatinya tergerak untuk turut menanam randu, upaya itu belum begitu berhasil. Randu yang bisa ditanam dan tumbuh sesuai harapan, masih terbatas.

Ketiga, produk tenun Gadognya sendiri, sepertinya kurang bisa bersaing di pasaran, karena kalah oleh produk sejenis keluaran pabrik. Hal ini menyebabkan generasi muda di Desa Nunuk Baru, kurang tertarik untuk belajar tenun. Apalagi untuk tujuan matapencaharian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun