Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Buat Editormu Bergantung Kepadamu!

11 Juni 2020   08:15 Diperbarui: 11 Juni 2020   11:28 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Alexas_Fotos dari Pixabay

Wahai jurnalis muda... sekalinya kamu hanya mengangguk dan mengiyakan apapun yang diminta editormu tanpa kamu memberi umpan balik kepada editormu, siap-siap gantungkan penamu, ponselmu, alat perekammu, kemudian mulailah buka lembaran hidup barumu sebagai blogger atau vlogger saja!

Provokasi? Ya, provokasi, biar kamu paham. Bahwa, jika otakmu berisi dan penuh dengan informasi mutakhir, latar belakang peristiwa, sejarah masa lalu yang serupa dengan peristiwa terkini, referensi yang kamu punya, niscaya editormu akan segan kepadamu jika kamu memberinya umpan balik.

Dalam khasanah komunikasi umpan balik ini disebut "feed back" yang merupakan satu dari lima rukun wajib komunikasi; komunikator, pesan, komunikan, saluran, dan feedback. Ada yang memasukkan effect, coding, encoding, decoding dan seterusnya. Tetapi napas komunikasi di manapun kamu berada, ya lima itu.

Sayangnya, kamu tidak atau kurang memahami fungsi "feed back" saat membuka komunikasi dengan editormu atau siapapun atasanmu, sehingga kesannya kamu hanya komunikan yang pasif, yang dihajar pesan-pesan (yang sejatinya berbentuk perintah liputan/penulisan) dari editormu yang selalu berperan sebagai komunikator. Kamu menjadi subordinat semata, menjadi sekadar objek belaka.

Nah, jika kamu dapat memberi editormu umpan balik, peluangmu setara dengan editormu sangat besar, setidak-tidaknya setara dalam proses komunikasi sehari-hari. Peluangmu menjadi komunikator (yang tidak hanya sebagai komunikan), sama besarnya.

Kenapa saya memprovokasimu agar kamu setara dengan editormu dalam pekerjaan jurnalistik? Sebab pekerjaan jurnalistik itu pekerjaan dialektika, yang membutuhkan pemikiran. Pekerjaan jurnalistik bukan pekerjaan tukang di mana kamu berfungsi sebagai, maaf, jongos semata. No!

Ini pekerjaan intelektual, Bro. Tetapi jika kamu tidak berkutik terhadap editormu dan menerima begitu saja perintahnya tanpa dialektika, lalu apa bedanya dengan pekerjaan jongos?

Kok sarkas gitu, sih? Ya sarkas, memangnya kenapa?

Terus apa yang harus kulakukan? Apa aku harus melawan editor? Mungkin kamu bertanya begitu. Please, jangan naiflah. Melawan editormu merupakan cara bunuh diri tersendiri yang paling efektif. Bukan begitu caranya, Bro!

Ajaklah editormu berdiskusi tentang peliputan dan pengembangan suatu peristiwa yang akan kamu lakukan, berdialektika dengan editormu soal "why" dan "how"-nya sebuah peristiwa, beri editormu asupan informasi terkini, dan terakhir; buatlah editormu sangat bergantung kepadamu untuk semua liputan peristiwa yang kamu lakukan!

Caranya? Ya, isi kepalamu terlebih dahulu dengan pengetahuan sesuai bidang liputanmu, kemukakan pendapat narasumber terhebat yang baru saja kamu dapatkan, panas-panasi editormu dengan buku terbaru yang sesuai bidang liputanmu dan terutama menunjang peristiwa yang terjadi. Biarkan editormu bertanya, "Informasi apa lagi yang kamu dapatkan dari lapangan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun