Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

[Mengajar Menulis 2] Berbagi Ilmu Menulis di Atap Papua

29 November 2018   05:35 Diperbarui: 29 November 2018   05:48 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebiasaan saya membuat presentasi teknik menulis, khususnya mengenai media, jurnalistik, jurnalisme warga, media sosial, "creative writing" dan "storytelling", meski tidak diminta siapapun ternyata sangat berguna di kemudian hari di kala saya sudah pensiun dari pekerjaan sebagai wartawan Harian Kompas.

Pengalaman yang saya dapatkan di lapangan saat meliput dan referensi yang saya baca dari berbagai buku, saya "ringkas" dalam bentuk "slide" minimal power point polos biar tidak lupa, lalu saya masukkan ke dalam satu file. Ini mengulang kebiasaan lama semasa kuliah di mana usai membaca satu buku, saya mencatat resume-nya dalam sebuah catatan harian, bahkan tatkala saya membaca sebuah novel. Bedanya, sekarang saya mencatatnya dalam bentuk power point.

Jika ada waktu luang, saya menambahkan gambar yang mendukung teks dan jika saya membaca buku baru dengan tema yang sama tetapi sifatnya memperkaya, saya masukkan ke dalam file yang sama.

Alhasil, catatan pribadi dalam bentuk power point yang saya tabung sedikit demi sedikit itu menjadi semacam buku referensi dalam bentuk padat dan ringkas. Inilah "kekayaan" saya yang ternyata sangat bermanfaat setelah saya memutuskan pensiun dari sebuah harian terkemuka di Indonesia, Kompas.

Materi itulah yang saya sampaikan di berbagai tempat dengan pengayaan sesuai khalayak dari korporasi yang saya hadapi, tentu dengan contoh mutakhir yang disesuaikan dengan peristiwa kekinian. Pernah suatu waktu ada beberapa rekan yang secara instan ingin mengkopi materi power point yang saya punya, saya tidak menolaknya, tetapi saya katakan, "Ga enaklah membagi catatan harian yang sifatnya pribadi karena masih sangat mentah, masih berupa catatan dan oret-oretan."

Sebenarnya saya cuma ingin mengatakan, "menjadi" itu tidak bisa dilakukan secara instan, butuh proses, waktu dan jam terbang. Butuh ketangguhan dan percaya diri tinggi bahwa apa yang kelak diberikan bisa dipertanggungjawabkan baik secara sosial bahkan secara moral. Modal sosial penting, tetapi apa yang saya lakukan ini lebih menyerupai "modal personal" di mana saya sudah melakukannya justru saat kedudukan dan pendapatan yang baik saat bekerja di Harian Kompas sebagai jurnalis masih dalam genggaman.

Bahwa pikiran dan pengalaman saya tentang jurnalisme dan menulis memang saya tuangkan ke dalam 5 buku yang saya tulis, itu benar. Tetapi, materi yang saya cicil dalam berbagai bentuk tampilan itu ternyata jauh lebih banyak dan menjadi semacam deposito yang sangat berharga. Temanya tidak jauh-jauh dari dunia jurnalisme dengan teknik menulis di dalamnya. Sesekali bacaan filsafat juga saya bikinkan dalam bentuk power point-nya.

Cakupannya sangat luas, mulai dari teknik membuka dan memulai tulisan, melahirkan ide, menulis berita (news story), menulis cerita (short story), menulis feature news (story telling), menulis pers rilis untuk humas korporasi, menulis materi iklan (copy writing), menyunting (editing), sampai menerbitkan buku (publishing).

Semua tersedia dalam deposit dan menjadi "kekayaan" saya sekarang ini, yang sangat bermanfaat bahkan untuk eksistensi diri saya terkait "personal branding" yang melekat dalam diri saya. Soalnya, keahlian saya juga sering dimanfaatkan untuk penjurian lomba penulisan sampai menjadi pembicara dalam berbagai Forum Discussion Group (FGD) berbagai korporasi dan kementrian.

Satu yang tidak terbayangkan, tatkala memutuskan untuk pensiun dini setelah 26 tahun bekerja di harian ternama itu adalah seringnya saya diundang berbagai institusi dan korporasi untuk mengajar semua hal terkait media dan bagaimana cara mengisi media itu dengan konten yang bermanfaat buat pembaca, tidak peduli apakah itu untuk blog, media baru seperti media sosial, maupun media arus utama. Padahal, seusai pensiun saya diniatkan untuk mengurus PepNewssaja, sebuah media alternatif yang saya urus sepenuh hati dengan penuh minat, cinta dan passion.

Bagaimana dengan Selasar di mana saya juga menjadi co-founder di sana. Tentu saja masih menjadi milik saya juga, meski dalam bentuk saham sekitar 15 persen lagi dan CEO kini beralih ke tangan Ahmad Zaky, boss Bukalapak, setelah Miftah Sabri menyatakan akan menggeluti dunia politik dalam arti sesungguhnya. Saya sendiri meminta izin untuk mengelola PepNews. Bukan berarti Selasar bubar. Saya yakin di tangan CEO bertangan dingin, Selasar akan semakin melesat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun