Badai PHK adalah buntut dari menurunnya kinerja industri padat karya. Ekspor lesu karena permintaan dari banyak negara menurun akibat resesi. Di dalam negeri, permintaan akan produk tekstil dan sepatu seharusnya bisa menutupi anjloknya ekspor. Namun ada persoalan lain yaitu membanjirnya barang impor yang lebih murah. Walhasil garmen, sepatu, dan produk tekstil lokal kalah bersaing di negeri sendiri.
Â
Mengapa tak ada antisipasi? Atau mengapa antisipasi tak bisa membendung badai PHK? Mengapa angka pemerintah dan pengusaha berbeda?
Â
Kementerian Ketenagakerjaan hanya menyebut 10 ribu pegawai yang kehilangan pekerjaan, sementara pengusaha mencatat lebih dari 100.000. Apa ada usaha menutup-nutupi? Sebab, badai PHK juga terjadi akibat kebijakan membuka keran impor. Akibatnya produk dalam negeri terus terpukul.
Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) masal, semakin menghantui industri padat karya. Ribuan karyawan industri tekstil, garmen, dan sepatu sudah kehilangan pekerjaan sejak awal tahun ini. Data dari sejumlah asosiasi pengusaha menyebut hingga Oktober lalu sudah ada 114.649 karyawan kehilangan pekerjaan. Ini adalah 1,83 persen dari total pegawai industri tekstil, garmen, dan sepatu nasional.