Mohon tunggu...
julianus sadar
julianus sadar Mohon Tunggu... -

Sekadar sopir sewaan yang setiap hari mengelilingi Ibu Kota tercinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jokowi, Branding Diri Sendiri atau Jakarta?

18 September 2012   02:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:19 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rabu, 27 Juni 2012, sebuah berita yang cukup sangat panjang untuk sebuah situs online muncul. Judulnya, “Joko Widodo Menjanjikan Membawa Kesuksesan di Solo ke Jakarta”.

Berita yang terdiri dari 1.142 kata, 7.331 karakter tersebut berbicara panjang lebar soal Joko Widodo. Mulai dari kesuksesannya membawa kota Solo maju, hingga perencanaannya soal rencana dia meng-copy paste jurus-jurus sukses di Solo ke Jakarta, jika terpilih sebagai gubernur nanti.

Ada beberapa hal yang dibicarakan Joko Widodo waktu itu. Pertama keinginan dia untuk merumuskan brand atau identitas kota buat Jakarta. Setelah berhasil membuat Spirit of Java untuk Solo, Joko Widodo ingin memberikan hal yang sama untuk ibu kota Indonesia ini.

Hal ini patut diapresiasi positif. Sebab, biar bagaimana pun identitas adalah hal yang tidak bisa dipungkiri. Identitas merupakan faktor pemicu agar Jakarta menjadi lebih baik lagi. Nyatanya, hingga selesai kampanye, saya belum pernah terdengar satu pun branding yang diucapkan oleh Joko Widodo untuk Jakarta.Yang ada justru dia meminta kepada masyarakat untuk memberikan bantuan ide kepada dirinya agar

“Kita harus membangun positioning Jakarta. Branding Jakarta maunya diapakan. Saya tidak senang budaya dari atas ke bawah. Saya harus berdialog dengan penduduk Jakarta,” kata Jokowi waktu hadir dalam acara halal bil halal bersama pengurus organisasi wanita dan para Putri Indonesia di kawasan Jl Ki Mangunsarkoro, Jakarta Pusat, Senin (10/9/2012).

Dari pernyataan tersebut ada 2 kemungkinan. Joko Widodo memang berusaha melibatkan masyarakat dalam pembangunan ibu kota. Masyarakat tidak akan merasa terasing jika program itu dijalankan. Hal ini tentu saja sangat baik karena biar bagaimanapun masyarakat adalah subjek penting dari pembangunan Ibu Kota.

Kemungkinan pertama ini dia lakukan dalam membangun brand Solo. Masyarakat dilibatkan dalam lomba. Pemerintah menyediakan dananya. Setelah identitas ditemukan dan ditetapkan, pemerintah lalu menyediakan anggaran melalui APBD untuk membangun kota.

Namun, bisa saja ada kemungkinan lainnya, Joko Widodo memang tidak pernah berusaha keras untuk melahirkan ide-ide cerdas yang segar. Ide-ide yang bisa membuat para warganya ternganga takjub. Ini yang belum sama sekali dia lakukan sejauh ini.

Beberapa ide yang dia munculkan soal branding pun kondisional. Dia sempat mengatakan bahwa Jakarta layak jadi kota festival, tapi statement itu pun keluar karena audiensnya adalah para seniman. Sementara ketika bertemu dengan pengurus organisasi wanita dan para putri Indonesia yang back ground nya rata-rata adalah pengusaha, Joko Widodo mengatakan bahwa kota Jakarta bisa jadi pusat mode busana muslim.

Tapi Joko Widodo selalu punya rapalan yang tepat untuk mengantisipasi kekurangan ini. Dia selalu mengatakan pemimpin tidak boleh sok pintar dan memaksakan keinginan kepada warga. Pemerintah ditambah para ahli hanya menuntun masyarakat dalam memilih identitas yang tepat. Padahal, toh tidak salah-salah juga kalau kita memiliki pemimpin yang pintar. Tentu saja asal tidak memaksakan keinginannya kepada warga.

Jika Joko Widodo lupa akan branding untuk Jakarta, dia justru tidak pernah lupa mem-branding dirinya sendiri. Saking lihainya branding yang dia lakukan, Fauzi Bowo menganggap hal tersebut sebagai hal positif yang dimiliki oleh Joko Widodo. “Saya perlu belajar pencitraan dari Pak Joko,” ujar Fauzi Bowo saat menutup debat kandidat yang ditayangkan di Metro TV beberapa waktu lalu.

Awal-awal namanya masuk ke Jakarta, Joko Widodo membranding dirinya dengan inovasi. Tentu saja lewat mobil Esemka karya anak-anak SMK di Surakarta. Masuknya Esemka ke Jakarta hampir sama dengan situasi politik di Jakarta saat Pilkada ini.

Para pelaku industri automotif di Indonesia dipaksa menerima mobil ini dan mendukung progress Esemka. Sentimen yang besar pun dibuat untuk membuat sebuah mobil nasional. Suara masyarakat pun disulap, semua seakan-akan habis-habisan mendukung Esemka. Yang mengerti industri automotif dan hakekat pembuatan Esemka pun hanya bisa diam terpaku. Mengambil posisi berlawanan sama saja dianggap tidak nasionalis. Suara media pun bisa dikendalikan sehingga Esemka jadi bahan pembicaraan.

Joko Widodo berhasil membranding dirinya berkat mobiltersebut. Tapi apa yang terjadi dengan Esemka? Mobil ini akhirnya lulus uji emisi, tapi selanjutnya apa? Pabrik Esemka yang digadang-gadang dibuat setelah uji emisi dengan hasil apa pun tidak pernah jadi kenyataan. Bagaimana nasib anak-anak SMK di Surakarta yang sudah giat bukan kepalang karena terkena angin surga berkecimpung di industri automotif Indonesia?

Jujur saja banyak branding yang dibuat oleh Joko Widodo yang justru jadi korban. Konser Metallica yang tidak pernah terwujud, hingga nasib Esemka yang justru terkatung-katung. Semuanya begini karena branding yang dilakukan Jokowi. Dan Jakarta, adalah kelanjutannya.

Sumber :

http://www.solopos.com/2012/09/10/pilkada-jakarta-jokowi-ingatkan-pentingnya-branding-327189

http://autos.okezone.com/read/2012/06/11/52/644877/apapun-hasil-uji-emisi-pabrik-esemka-tetap-dibangun

http://autos.okezone.com/read/2012/06/15/52/648175/esemka-lulus-uji-emisi-tapi-masih-ada-pr

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun