Sebuah kebijakan yang ditetapkan Pemerintah Daerah di Kabupaten Brebes menjadi polemik bagi mereka yang menempati sebuah lahan di tanah pengairan yakni di atas kawasan aliran sungai (DAS).Â
Mereka menempati lahan tersebut bukan hanya sebulan, tapi hingga puluhan tahun, bahkan dijadikan sebagai mata pencaharian utama, salah satunya adalah tumbuh suburnya bangunan liar diatas kawasan aliran sungai (DAS) milik pengairan.Â
Karena dianggap tak berijin menghuni diatas lahan tersebut, maka harus dibongkar atau bongkar sendir dengan retan waktu yang sudah ditetapkan. Ditunggu tidak ditaati, maka bersama tim dari unsur aparat kepolisian dan tentara serta dibantu alat alat berat beberapa lahan tersebut dibongkar paksa.Â
Sampai  akhir tahun 2017 sekitar  1.229 bangunan liar yang harus hilang, dan ini samgatlah unik, karena sudah puluhan tahun dibiarkan berdiri, baru tahun ini langsung hilang. Sebuah pekerjaan yang luar biasa, karena sebaran bangunan permanen dan semipermanen pun akhirnya hilang di sembilan kecamatan.
Sumber dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (PSDAPR) Kabupaten Brebes tercatat ada jumlah bangunan liar di Kecamatan Bulakamba sebanyak 273 bangunan, Larangan 341 bangunan, Ketanggungan 102 bangunan, Kersana 30 bangunan dan Jatibarang 139 bangunan, di Brebes 114 bangunan, Tanjung 27 bangunan, Wanasari 101 bangunan dan Kecamatan Songgom 102 bangunan.
Banyak penghuni yang menempati irigasi itu tidak tahu bahwa itu tanah dibawah kewenangan Daerah Aliran Sungai (DAS). Taunya itu tanah lepe-lepe dan saat menghuni juga harus bayar walaupun tidak semahal sewa ditempat yang punya milik dan bersertifikat.Â
Bagi mereka yang menghuni dilahan tak berijin maka dianggap telah melakukan pelanggaran, dan saatnya negara membutuhkan untuk penataan lahan DAS maka mereka harus merelakannya.
Problem selama ini karena lahan dipakai atau digunakan oleh warga, sehingga saat ada sedimentasi sungai akibat lumpur yang sangat banyak, mau dipindahkan, program pemerintah menjadi tertunda dan tidak maksimal dikuras lumpurnya.Â
Saat banyak sampah disungai pun jadi susah untuk dibuang, apalagi sekarang budaya masyarakat yang membuang sampah sembarangan semakin meningkat serta bila ada sedimentasi lumpur di aliran sungai, harusnya cepat ditangani, ini menjadi kesulitan, karena warga acapkali enggan membersihkan lumpur atau sampah yang berserakan di sungai.
Dulu kerja bakti sungai secara bergotongroyong digalakan baik saat hari jumat bersih maupun saat liburan kerja dihari minggu.Â
Sekarang malah sebaliknya, Padat karya sangat sulit sehingga sekarang masyarakat ingin instan saja, buang sampah mau tapi untuk bersih-bersih susah untuk diatur. Dianggap sampah menjadi kewenangan pemerintah bukan menjadi solusi bersama.