Mohon tunggu...
Rizqa Putri
Rizqa Putri Mohon Tunggu... -

learnist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Lucid Dream

24 September 2014   21:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:40 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Lucid Dream dan Psikologi

Dalam psikologi, kajian mengenai mimpi dikaitkan dengan teori kepribadian pada  masa lalu sedangkan untuk masa kini dalam psikologi faal. Psikologi faal merupakan cabang ilmu psikologi yang bahasannya berlandaskan konsep biologis dan faali (fungsi tubuh) dari perilaku. Dalam konteks mimpi, perilakunya ialah tidur itu sendiri. Dengan pendekatan faal, kita harus lihat dulu, apa itu tidur itu sebenarnya? Untuk apa? Di SMP dan SMA kita tahu kalau tubuh kita  butuh masa rehat, masa restorasi setelah menjalankan berbagai aktivitas di satu hari penuh.Selain itu, saat tidur memori kita juga dikonsolidasikan, disimpan untuk jangka panjang.Memori sendiri ada tiga jenis. Dua diantaranya bersifat short term, misalnya belajar kebut sebelum ujian, nah, agar masuk ke memori yang long term, disitulah peran aktivitas tidur.

Tidur sendiri ada tahapnya, berikut tahapan tidur:

Tahap 1: saat kita mulai mengantuk, mata mulai sayu, menguap. Setengah terjaga. Nah, saat itu gelombang otak kita berada di gelombang teta.

Tahap 2: saat sudah tidur, masih dengan gelombang teta aktivitas listrik otak. Namun, apabila kita terbangun dalam tahap ini, kita tidak merasa bahwa sesungguhnya kita sudah tidur. Mungkin kita pernah mengalaminya.

Tahap 3: saat kita benar-benar tertidur, aktivitas gelombang otak bergeser ke gelombang alfa, yang  lebih lambat dari teta. Efeknya adalah detak jantung dan pernafasan mulai melambat. Beberapa orang bisa mulai mengalami mimpi disini.

Tahap 4: tidur yang paling dalam, gelombang otak masuk ke gelombang delta. Kita hanya bisa bangun jika ada suara keras dan akan terlihat bingung. Nah yang menarik, ada di akhir tahap 4 ini. Akan ada fase REM (rapid eye movement). Gelombang otak pada tahap ini begerser ke gelombang beta dan disinilah kita mulai bisa bermimpi visual dengan gambaran mimpi yang vivid mirip kenyataan. Skenario mimpinya kompleks, berbeda dengan mimpi di tahap ketiga. Hal ini dapat terjadi karena setelah sebelumnya gelombang otak kita begitu lambat di delta, tiba-tiba kembali ke gelombang beta yang merupakan gelombang yang sama dengan gelombang otak kita saat beraktivitas.

Selama REM ini, otak kita hidup seperti tidak tidur. Otak menahan agar badan kita tidak bergerak-gerak seperti di mimpi dengan cara mematikan sementara impuls ke anggota gerak seluruh tubuh kecuali wajah dan mata. Makanya tahap ini disebut rapid eye movement. Oleh karena itu, tidur bukanlah kondisi tidak sadar,melainkan kita sadar sepenuhnya hanya saja otak kita mengabaikan input sensoris lain dan menahan output ke tubuh kita. Beda dengan kondisi koma seseorang, yang memang tidak  sadar. Nah, saat fase REM ini, selain kita mimpi yang sangat kompleks kita juga memberikan waktu ke otak kita untuk menyimpan ingatan sehari penuh. Membuang yang tidak penting, menyimpan yang penting. Penting dan tidak penting ini kita sendiri yang menentukan dengan pikiran kita sebelum tidur mengenai mana hal yang mendapatkan perhatian kita dan mana yang kita anggap tidak terlalu perlu. Saat proses penyimpanan ingatan ini berlangsung, beberapa informasi bisa menjadi dasar dari skenario mimpi yang sedang kita alami. Namun bukan hanya dari informasi yang sedang disimpan saja, melainkan bisa juga dari memori-memori long term yang sudah disimpan sebelum nya. Jadi mengingat tubuh kita sedang beristirahat selagi menyimpan informasi, otak kita memberikan interpretasinya sendiri terkait kondisi kita saat ini, yang diproyeksikan menjadi mimpi.

Tahapan tidur ini kemudian membentuk siklus, dimana kita akan melalui tahap satu sampai empat, lalu setiap 90 menit kita akan bergantian kembali ke tahap 4 gelombang delta kemudian REM secara terus-menerus hingga kita terbangun. Interval tersebut akan menjadi semakin singkat menjelang pagi.

Lucid dream, istilah ini sebenarnya bukanlah  istilah yang cukup terkenal dalam kajian mengenai tidur. Pada saat kita tertidur, ada satu input yang tidak diabaikan oleh otak, yaitu auditoria tau pendengaran. Sehingga apabila dita tertidur sembari mendengarkan suara-suara, mimpi kita dapat sejalan dengan suara tersebut. Kita akan merasa atau menginterpretasikan apa yang kita lihat sama dengan yang ada di mimpi kita karena otak kita yang memanipulasi sendiri. Skenario mimpi juga akan dikendalikan oleh informasi yang kita dapatkan seharian. Apabila kita bersikeras ingin memimpikan sesuatu, otak akan menandai hal tersebut penting dan menarik perhatian kita. Jika berhasil, hal tersebut dapat masuk ke dalam mimpi kita.

Lucid dream, dekat dengan istilah OBE atau out of body experience, yaitu suatu mimpi yang kita tidak menjadi diri sendiri, tetapi kita melihat diri kita dari luar tubuh kita. Sejauh ini, hal ini dijelaskan dengan tidak adanya input sensori selama tidur sementara kita pasti mengalami REM dan bermimpi saat REM. Interpretasi kita terhadap mimpi merupakan hasil kerja otak kita sendiri. Hal ini akan semakin lebih mudah terjadi karena saat terbangun kita memikirkan mimpi yang kita rasakan tidak biasa dan ditandai penting oleh otak sehingga saat malam hari kita cenderung untuk mengulang mimpi itu kembali. Lucid dream dan OBE tidak akan dirasakan oleh semua orang. Namun, jika seseorang merasakan salah satu, secara signifikan dia akan mengalami yang lainnya.

Fenomena ‘Ketindihan’ dan Psikologi

Mungkin, beberapa dari kita pernah mengalami pengalaman ‘ketindihan’ saat kita tidur. ‘Ketindihan’ sendiri merupakan istilah Jawa yang berarti kita tidak dapat menggerakkan tubuh kita saat kita tidur padahal kita merasa sadar. Dalam psikologi, hal ini disebut sleep paralysis. Saat kita tidur, aktivitas tubuh kita akan dibatasi oleh otak, tepatnya oleh red nucleus agar tubuh kita tidak bergerak sesuai dengan mimpi kita. ‘Ketindihan’ sebenarnya merupakan suatu kondisi dimana otak yang berada dalam fase REM sedang kembali ke tahap sebelumnya yang lebih lambat dalam siklus yang telah dijelaskan di atas, tetapi sayangnya kita terbangun saat itu. Saat itu, tahanan oleh red nucleus belum terlepas, termasuk input sensoris pun masih ditahan sehingga kita tidak dapat menggerakkan tubuh kita dan merasa ditimpa sampai bernafas pun sulit karena hanya otot wajah dan mata yang tidak ditahan.

Saat ‘ketindihan’ berlanjut, ada dua hal yang dapat terjadi, pertama, kita akhirnya bangun sepenuhnya atau, kedua, justru ke arah sebaliknya mundur ke fase tidur tahap 4. Saat perpindahan ini,  interpretasi otak mulai bermain lagi. Kita bisa menarik kembali memori-memori sebelumnya atau memori yang hendak disimpan. Jadi, interpretasinya belum tentu sesuai dengan realitas. Kita mungkin mengalami mendengar suara-suara yang riuh saat itu atau suara orang yang sedang berbicara, itu tergantung dari interpretasi otak kita masing-masing.

Sleep paralysis ini termasuk kelainan karena idealnya secara otomatis jika kita terbangun, red nucleus kita berhenti menahan dan kita bisa bergerak seperti biasanya. Kebalikan dari kelainan sleep paralysis ini adalah sleep walking, yaitu red nucleus tidak dapat menahan anggota gerak saat tertidur.

Lucid dream merupakan bentuk dari faktor-faktor yang mempengaruhi mimpi, yaitu ada tiga faktor utama: memori sebelumnya, memori yang sedang disimpan, dan informasi audio saat itu. Bedanya dengan dejavu, ialah dejavu dialami saat kita sadar dan merupakan mekanisme otak saat berusaha memaknai (menginterpretasi) situasi saat ini dengan memakai info-info yang sudah ada sebelumnya sehingga kita merasa mengalami kembali karena ada pengalaman yang familiar sebelumnya. Sementar itu, lucid dream dapat dilatih dengan memberdayakan ketiga faktor yang mempengaruhi mimpi. Kita harus sangat berniat untuk memimpikan sesuati agar otak kita menandai penting dan dikeluarkan sebagai mimpi oleh otak.

Dalam hal mimpi ini, kita sebenarnya harus memahami tidur itu sendiri. Mekanisme apa yang berlangsung. Mimpi itu sangat subjektif dan merupakan interpretasi (rekayasa) otak untuk memberi makna pada kita. Manusia itu membutuhkan makna. Rekayasa ini sumbernya dari 3 jalur diatas dan kombinasinya bisa memunculkan lucid dream. Karena subjektif, maka tidak semua orang pernah mengalami. Namun, dapat dicoba.

Reccommended book: Biological Psychology

narasumber: Nasha

notulensi diskusi Liberal Arts

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun