Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jenderal yang Terlupakan

11 September 2018   13:20 Diperbarui: 11 September 2018   13:25 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jenderal ini cukup harum namanya ketika menjabat sebagai panglima TNI di permulaan babak pertama era Jokowi. Tetapi diduga atau tidak, Pak Gatot lebih dini digeser dari jabatannya sebagai panglima dan digantikan oleh Hadi Tjahjanto dari AL. Usaha Pak Gatot untuk menjadi capres atau cawapres walaupun sudah tidak lagi jadi panglima masih terus menyala, semangat keprajuritannya berapi-api, semangat juang sebagai seorang serdadu nasional Indonesia patut dipuji juga.

Ketika masih menjabat sebagai  panglima, pidato politiknya kesana kemari sepertinya memang dapat sambutan yang hangat, sesuai juga dengan semangat yang dibawakan oleh Pak Panglima sendiri. Tetapi entah karena apa (tentu ada sebab-sebabnya yang logis) mengapa kegiatan-kegiatan  pendekatan dan kegiatan memposisikan dirinya sebagai kandidat 'penting' dalam bursa capes  atau cawapres terlihat semakin redup, kurang mendapat respon yang diharapkan, baik dari partai-partai politik maupun dari publik atau massa publik seperti yang kelihatannya dia dukung atau yang mendukungnya ketika masih menjabat sebagai panglima, misalnya sambutan dingin dari massa/organisasi 212. Apakah karena Indonesia inflasi jenderal ya? Wakha kha . . . saya kira bukanlah itu sebabnya, khusus Pak Gatot punya sebab logis yang publik maupun partai-partai politik masih sangat ingat, misalnya isu pembelian 5000 senjata polisi.

Isu lainnya lagi panca sila jadi panca gila, oleh seorang personal militer Australia, dan panglima Gatot lantas secara sepihak menghentikan kerja sama militer dengan  Australia, tugas mana sebenarnya adalah tugas menhan dan presiden RI.

Yang lainnya, dan yang paling 'mantap' ialah idenya memaksakan pemutaran kembali 'film PKI', nobar dikalangan militer jajarannya dan juga sebagian masyarakat ikut nobar 'memeriahkan' film pembantaian itu. Pak Jokowi juga nobar bersama panglima Gatot. Banyak juga tanda tanya mengapa presiden ikut nobar. Tetapi setelah banyak mengetahui pribadi Jokowi bagaimana menghadapi lawan dan kawan (sangat luar biasa) maka masyarakat maklum harus begitulah, dan kita menyicipi dan melihat sendiri hasilnya sekarang taktik dan strategi briliant yang selalu dipakai oleh Jokowi.

Semangat anti-komunis McCarthyism di AS tahun 1940-50an dikobarkan lagi oleh panglima kita 70 tahun kemudian. Tidak perlu diragukan punya tujuan  tertentu jugalah, dan agaknya sebagian besar masyarakat bisa mengerti apa maksudnya pemutaran kembali film itu. Massa anti-komunis sedang 'turun jalan' mencari sasaran dan mencari bakal 'pemimpin besarnya' yang bisa maju melawan kekuasaan yang ada. Kalau pak Jokowi ikut nobar, ya bisa diengertilah. Dan yang paling menyedihkan dari semua itu ialah nasib pak Gatot sendiri, terlihat tersingkir total dari arena pertarungan bursa capres/cawapres. Ayo Pak, semangat terus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun