Mohon tunggu...
Anwar Effendi
Anwar Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mencari ujung langit

Sepi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Untuk Makan Saja Harus Menjual Motor Butut

5 April 2020   08:00 Diperbarui: 5 April 2020   08:01 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaelani belum berani pulang kampung. (dokpri)

Pekerja serabutan makin kalang kabut. Proyek pembangunan banyak yang terhenti. Itu artinya urusan dapur bakal tidan ngebul. Merebaknya virus corona, membuat mereka tak berdaya.

Pekerja serabutan semacam tukang bangunan memang serba bingung. Mau pulang kampung belum dapat uang. Maksa pulang kampung juga, agak ribet dengan urusan lock down di sejumlah daerah. Ada larangan untuk bepergian, pulang jadi agak susah mendapatkan angkutan umum.

Kalau bertahan di tempat perantauan, sudah tidak ada bekal uang. Selama proyek dihentikan, selama itu pula mereka tidak menerima upah. Bisa berdiam diri di rumah bedeng yang saat ini dijadikan tempat kost, tapi bagaimana dengan urusan makan.

Mau mengajukan utang, siapa yang mau memberi. Kalaupun ada yang berbaik hati, tak ada jaminan mereka bisa mengembalikan pinjaman. Sebagai buruh bangunan, mereka cuma mengandalkan proyek pembangunan. Kondisi saat ini seperti menempatkan mereka di ujung tanduk.

Memang hampir semua terdampak dengan adanya serangan virus corona. Namun bagi orang yang berada, masih bisa bernapas lega. Sebab, setidaknya mereka masih punya simpanan atau dana cadangan. 

Hal itu tidak berlaku pada buruh bangunan. Setiap mereka mendapatkan upah, tidak akan lama pasti tergunakan. Jangankan disisihkan untuk simpanan, sudah cukup untuk kebutuhan saja mereka bilang lumayan.

Mahmud merasa beruntung bisa dapat proyek memotong rumput. (Dokpri)
Mahmud merasa beruntung bisa dapat proyek memotong rumput. (Dokpri)
Lihat saja kebingungan seorang Kaelani. Dia buruh bangunan yang biasa menunggu panggilan mandor. Kalau mandor punya proyek, maka Kaelani akan mendapat pekerjaan. Saat proyek terhenti, saat itu pula Kaelani ditodong kecemasan. 

Bagaimana dia bisa mengirim uang anak istrinya di kampung. Bagaimana dia bisa bayar kontrakan di Bandung. Akhir bulan tidak bayar, pemilik kontrakan dengan enteng mengusirnya.

Kaelani berasal dari Desa Karangmangu, Karangsembung Kabupaten Cirebon. Selama ini mengadu nasib sebagai buruh bangunan. Dari satu tempat ke tempat lainnya di kawasan Bandung. Nyaris dua bulan dia sudah luntang lantung. Mandor tidak memberikannya pekerjaan.

Satu bulan pertama, dia masih bisa bertahan dengan berdiam diri di kontrakan. Memasuki bulan kedua, apa daya dia harus menjual motor bututnya. Pertama untu melunasi bayar kontrakan. Sisanya untuk bekal makan sehari-hari. Dia tidak berani memberi kabar kepada anak istri yang sudah menanti.

"Mamang tuh, sekarang lagi bingung. Pekerjaan tidak ada, apalagi pendapatan. Mau pulang juga bagaimana. Dengar kabar, angkutan umum jarang beroperasi, karena ada larangan bepergian. Kalau pulang ke kampung juga, takut gak bisa balik lagi ke sini (Bandung). Di kampung gak ada pekerjaan," kata Mang Kaelani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun