Mohon tunggu...
Julian Reza
Julian Reza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Disrupsi dan Efisiensi (Bagian I)

5 Desember 2017   16:50 Diperbarui: 5 Desember 2017   17:07 1937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam sejarah ada pepatah yang menyatakan bahwa " sejarah hanya ditulis oleh pemenang ". Begitupun dalam upaya setiap pelaku usaha dalam merespon perubahan untuk memenangi persaingan, semua mata tertuju kepada pemenang. Pemenang dalam persaingan adalah inspirasi, pemenang dari persaingan adalah teladan, pemenang dalam persaingan adalah tren, pemenang dalam persaingan adalah simbol, pemenang dalam persaingan adalah bintang, pada intinya pemenang dalam persaingan adalah segalanya. Semua akan mengikuti pemenang persaingan.

Yang seringkali diabaikan manakala semua mata tertuju kepada pemenang adalah bagaimana dampak dari yang dilakukan pemenang kepada mereka yang tidak menang? Bagaimana dampak yang dirasakan oleh mereka yang kalah dalam persaingan? Bagaimana kalau keuntungan dari para individu perusahaan yang menenangi persaingan berdampak pada kerugian yang lebih besar bagi lebih banyak pihak?

Dampak inilah yang oleh banyak pihak dicontohkan oleh konflik antara taksi online dan taksi konvensional. Pada Maret 2016 lalu, sopir taksi konvensional berdemo di Jakarta menuntut keadilan akibat munculnya moda transportasi berbasis aplikasi online. Demo yang berakhir dengan bentrokan itu sebelumnya telah banyak terjadi di berbagai belahan dunia. 

Aplikasi online semacam Uber, Grab, Go-jek, Go-car dan sebagainya pada awalnya merupakan bagian dari apa yang dinamakan sebagai sharing economy. Prinsip dasarnya adalah mereka yang memiliki kendaraan akan berbagi tumpangan dengan mereka yang membutuhkan transportasi saat alat transportasi itu sedang berada didekat mereka. 

Dengan begitu mereka tidak perlu menunggu taksi atau alat transportasi umum lainnya tiba. Upaya yang kesannya hanya bersifat usaha sampingan ini awalnya tidak dilihat sebagai sesuatu yang akan merubah kondisi persaingan. Konsep " tumpangan " tidak umum digunakan ( kecuali jika pemilik kendaraan yang ditumpangi adalah seorang saudara atau teman atau kenalan lainnya ) dan biasanya dilakukan dalam bentuk sukarela.

Seiring dengan berjalannya waktu, aplikasi transportasi online ini dianggap mampu memberikan penghasilan yang menjanjikan dan semakin banyak orang bergelut dibidang ini. Jumlah taksi online yang tadinya sedikit dan sulit didapat perlahan mulai banyak dan sampailah pada titik ketika aplikasi ini dibuka, peta yang tampil menunjukkan menyemutnya titik -- titik yang mengindikasikan adanya taksi online disekitar kita. " Benturan"-pun tak terelakkan dengan pelaku usaha taksi konvensional dan mencuatlah demonstrasi Maret 2016 tersebut. Fenomena inilah yang disebut sebagai Disrupsi.

Menurut pencetus teorinya, yakni Prof. Clayton Christensen, disrupsi adalah proses dimana perusahaan yang lebih kecil dengan sumber daya yang lebih terbatas mampu menantang pelaku usaha besar yang sudah mapan dalam suatu industri ( biasanya disebut sebagai pelaku incumbent ). Cara kerjanya biasanya dimulai dari upaya incumbent untuk fokus dalam mengembangkan produk barang dan jasanya untuk segmen konsumen yang paling banyak menuntut sehingga produknya hanya mememnuhi segmen konsumen ini dan mengabaikan segmen konsumen lainnya. 

Pendatang baru ( new entrant ) yang memiliki kemampuan disrupsi memulai dengan menargetkan produknya untuk segmen yang kurang idperhatikan oleh incumbent tersebut. mereka menawarkan produk yang sesuai dengan segmen yang terabaikan ini, biasanya dengan harga murah. Incumbent biasanya tidak menghiraukan masuknya new entrant ini. 

Lalu perlahan new entrant meningkatkan kualitas produknya serta memenuhi tuntutan kualitas dari segmen konsumen yang lebih tinggi hingga akhirnya mampu memenuhi tuntutan kualitas dari segmen yang tuntutannya juga menjadi fokus utama incumbent. Ketika segmen konsumen milik incumbent ini direbut oleh new entrant maka permintaan produk new entrant semakin meningkat dan mengalahkan incumbent, disinilah disrupsi terjadi. Dengan begitu maka inovasi disruptif tidak akan berdampak pada konsumen secara umum hingga kualitas hasil produksinya memenuhi persepsi standar kualitas yang dibangun oleh konsumen secara umum tersebut (https://hbr.org/2015/12/what-is-disruptive-innovation ).

Disrupsi sesungguhnya merupakan dampak dari apa yang dapat dinamakan sebagai " Gelombang Efisiensi " yang saat ini melanda dunia. Efisiensi sudah dilakukan manusia semenjak dulu untuk mempermudah kehidupannya dan setiap efisiensi terjadi maka akan menimbulkan perubahan -- baik yang berdampak kecil hingga yang berdampak besar atau luas -- dalam kehidupan sosial. 

Contohnya ketika efisiensi terjadi melalui revolusi industri di Inggris pada tahun 1760-an, tenaga manusia mulai digantikan oleh mesin yang menyebabkan munculnya kapitalisme dan mulai maraknya urbanisasi yang membuat munculnya perbedaan antara kehidupan di desa dan di kota. Ketika orang berusaha untuk menghasilkan efisiensi dalam transportasi, maka mobil, kereta dan pesawatpun ditemukan yang kesemuanya lantas mengganti peranan kuda berikut perubahan beragam aspek kehidupan yang hilang atau digantikan dengan sesuatu yang baru seperti kereta kuda dan pos penggantian kuda yang hilang dan digantikan oleh  jalan beraspal, rambu lalu lintas, pom bensin, dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun