Mohon tunggu...
Ahmad Sayyidulhaq
Ahmad Sayyidulhaq Mohon Tunggu... Penulis - Liberte

Hidup membutuhkan orang lain, orang lain membutuhkan hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memperbaharui Kehidupan: Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan Buruh (bag.1)

16 Mei 2019   23:31 Diperbarui: 17 Mei 2019   00:16 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Medan, Sabtu 27 April 2019

Penulis: Ahmad Sayyidulhaq Arrobbani Lubis  

Mengingat momentum Hari Buruh Internasional (MayDay) yang merupakan momentum signifik bagi buruh, maka atas dasar pemikiran yang bebas tulisan ini saya deskripsikan untuk semua kalangan terkhusus untuk buruh agar lebih reflektif dalam menanggapi kondisi dan fenomena sosial yang ada serta untuk menambah wawasan bagi para pembaca.

Momentum Hari Buruh Internasional (MayDay) menjadi hari pekerja internasional pasca peristiwa Haymarket pada 1 Mei 1886 di Chichago. Peristiwa ini didasari oleh pola kehidupan buruh yang cenderung terkekang, tidak bebas dan dieksploitasi secara tenaga, waktu dan bahkan materil. Didalam peristiwa ini para buruh melakukan demonstrasi untuk menuntut 8 jam kerja, kesejahteraan buruh, kenaikan upah, hak berserikat dan penuntutan terhadap pembunuhan yang terjadi terhadap buruh. Dulunya dizaman pada saat itu para buruh bekerja dalam waktu 18-20 jam perhari dan dari kondisi tersebutlah mulai timbul suatu keinginan untuk mentransformasi waktu kerja melalu aksi langsung para buruh yang berbentuk demonstrasi tersebut. Jadi, jika kalian pernah bertanya mengapa ada aturan 8 jam kerja, maka awal mulanya adalah Peristiwa Haymarket ini. Sebenarnya tuntutan ini sudah disuarakan jauh-jauh hari dan sudah ada. Tapi aksi pada 1 Mei ini adalah demonstrasi terbesar. Tuntutan yang diajukan adalah resolusi dari American Federation of  Labor pada 1884. Jadi bisa dibayangkan bagaimana tuntutan ini sudah lama disuarakan dan tidak pernah mendapat perhatian. Aparat keamanan melakukan tindakan represif terhadap semua aksi tuntutan yang terjadi termasuk pada saat 1 Mei 1886. Pada tanggal ini, para buruh menuntut 8 jam kerja harus sudah berlaku. Pada tanggal ini, ribuan pekerja melakukan demonstrasi di berbagai kota di Amerika (berhubung 1 Mei 1886 adalah hari Sabtu dan para pekerja sedang libur). Dan para sosialis-liberalpun tidak berpangku tangan. Mereka adalah bagian dari pekerja dan mereka mengkehendaki hak 8 jam kerja ini. Untuk menuntut 8 jam, kenaikan upah dan kesejahteraan buruh, hak berserikat, kerja serta menuntut keadilan terhadap pembunuhan beberapa pekerja yang terjadi beberapa hari sebelumnya.

Banyak dari para individu dan kelompok yang cenderung mengamini suatu ideologi seperti halnya Anarkisme,Sosialisme, Komunisme, ataupun Liberal ambil andil dalam gerakan ini. Baik didasari oleh tuntutan individu/personal sebagai buruh, maupun sebagai bentuk solidaritas melawan penindasan. Di Michigan, aksi ini digawangi oleh seorang anarkis bernama Alber Parsons dan keluarganya. Aksi ini tidak mendapat perhatian sama sekali. Begitu pula yang terjadi di Chicago. Aksi ini berlanjut sampai 3 Mei. Di Chicago sendiri, anarkis August Spies, Albert Parson, dan Samuel Filden diminta untuk memberi orasi didepan para buruh. Dan tentu, Spies membakar semangat para buruh untuk jangan menyerah pada boss dengan janji-janji manisnya. Dimulai dari tanggal 1, semua cerobong asap pabrik di Chicago berhenti mengepul. Pada saat orasi, otoritas menyerang para pekerja agar kembali ke pabrik (pada hari Senin). Kerusuhan yang terjadi menewaskan sekurang-kurangnya 1 buruh dan melukai 6 orang lainnya. Spies pun segera menuju kantor Arbeiter-Zeitung (surat kabar anarkisme) dan menyebarkan panggilan bagi seluruh pekerja yang mungkin belum ikut dalam aksi untuk ambil bagian dalam protes. Pada awalnya edaran yang disebarkan sangat tendensius. Tapi Spies meminta kata-kata "balas dendam" dihapuskan. Tentu karena Spies tidak ingin para buruh tergerak hanya karena balas dendam, tetapi berfokus pada awal perjuangan. Pada malam 4 Mei, aksi dan pemogokan berlanjut di Haymarket. Pada jam 10.30 malam, saat Fielden selesai berorasi, polisi datang dalam formasi menuju para demonstran. Polisi melakukan penyerangan dan memaksa demonstran untuk bubar. Banyak pekerja yang terluka (dan terbunuh). Para demonstran berusaha untuk bertahan. Pada saat inilah, sebuah dinamit dilemparkan ke arah polisi.

Ledakan terjadi. Bom itu adalah dinamit didalam kontainer besi yang rapuh. Pecahannya sebegitu tajam seperti            peluru.
Bom ini menewaskan satu polisi dan melukai 6 polisi lain (kebetulan yang hebat, mengingat jumlah korban yang jatuh dari pihak demonstran beberapa hari sebelumnya). Polisi pun makin brutal melakukan penyerangan. Polisi menembaki para demonstran yang kabur. Sedikitnya 4 orang demonstran tewas dan 70 lainnya luka parah. Demonstran pun tetap melawan. Beberapa sudah menyiapkan senjata api.

Peristiwa HayMarket bukanlah suatu peristiwa yang dilakukan dengan suatu hal yang mudah, pengorbanan para buruh untuk memperjuangkan sebagaimana kehidupan yang layak menjadi acuan spirit bagi para buruh saat itu. Bukanlah mudah seperti membalikkan telapak tangan ataupun memohon-mohon kepada suatu pihak untuk menerima tuntutan mereka, nyawa adalah taruhannya. Namun ketika dibandingkan dengan hal yang terjadi ketika Hari Buruh Internasional ini berlangsung malah suatu bentuk timpang-tindih yang dapat ditemukan. Melakukan hal-hal yang cenderung mengarah kepada kesenangan, berpesta, maupun menari-menari merupakan hal yang menjadi kenyataan ketika Hari Buruh Internasional berlangsung. Jasa para buruh yang ambil andil dalam peristiwa HayMarket haruslah dikenang dan juga haruslah menjadi suatu pelajaran kondisi buruh saat ini.

Kondisi kehidupan buruh saat ini juga tidak memiliki perbedaan dengan suatu alat yang menggunakan baterai dalam energinya, bekerja sesuai fungsional dan mengisi daya untuk bekerja secara fungsional dikedepannya. Jam kerja buruh yang saat ini adalah 8 (delapan) jam merupakan suatu bentuk eksploitasi diri apalagi terkait dengan upah dari kerja 8 jam tersebut tidak relevan dengan harga kebutuhan pokok yang makin mengalami eksklasi.

Kehidupan dalam 1 harinya memiliki waktu dalam hitungan jam berjumlah 24 jam perhari, dalam sehari jika mengacu kepada pola jam kerja buruh yang 8 jam tersebut berarti 16 jam tersedia untuk waktu yang lain, lalu dalam hal beristirahat standarisasi untuk beristirahat sendiri yang baik adalah 8 jam dan artinya tersedia 8 jam waktu yang masih tersisa dalam satu harinya. Delapan jam ini memang bukanlah waktu yang lama dalam kehidupan namun waktu merupakan sesuatu yang cukup berharga. Dari 8 jam waktu yang tersisa dalam sehari tersebut dapat menjadi waktu yang produktiv jikalau waktu tersebut di fungsionalkan untuk hal-hal atau kegiatan yang tepat.

Namun kalau kita kembali lagi kepada pembahasan mengenai 8 (delapan) jam kerja tersebut, notabenenya memang memiliki waktu istirahat sekitar setengah sampai satu jam untuk beristirahat, tapi tidak dapat dipungkiri bahwasanya 8 jam tersebut memiliki efektivitas terhadap keletihan diri. Buruh kasar misalnya merasakan keletihan terhadap tenaga dan otot-otot tubuh, buruh desain grafis merasakan suatu kepenatan berfikir karena ide merupakan suatu dasar bagi bidang tersebut, dan bahkan seperti buruh yang bekerja dalam bidang kesekretariatan pastilah merasa letih ketika harus terus membaca dan mengedit surat selama 8 (delapan) jam tersebut yang berdampak terhadap kelelahan mata.

Lazimnya buruh bekerja di daerah atau kawasan yang sedikit-banyaknya memiliki sifat daerah perkotaan atau secara masif telah menjadi daerah perkotaan. Tingkat mobilitas sosial di kota lebih tinggi jika dibandingkan dengan desa, terutama kota besar seperti halnya Jakarta, Medan ataupun Bandung tingkat kemacetan yang tinggi menjadi suatu hal yang terus-menerus menjadi problema. Dari kemacetan ini, dalam melakukan suatu perpindahan dari satu tempat ke tempat lain membutuhkan waktu yang lebih banyak dibandingkan waktu biasa yang ketika dikalkulasikan tanpa adanya kemacetan. Misal waktu perjalanan yang seharusnya hanya 15 menit menjadi bertambah sekitar setengah jam ataupun lebih, dan misalnya hanya membutuhkan waktu perjalanan 30 menit ketika tidak terjadinya kemacetan mengalami penambahan waktu yang diluar dari kalkulasi atau perhitungan ketika tidak macet. Kemacetan ini menjadi suatu hal yang mengurangi waktu yang tersisa dari waktu kehidupan di satu harinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun