Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyelisik Terminologi "Emak-Emak" Millenial dari Pinggiran

13 September 2018   09:31 Diperbarui: 13 September 2018   14:36 1818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : kotakgames.com

Namun pada zaman now, "ibu-ibu" atau "mama-mama" mengalami dekonstruksi yang unik sehingga menjadi "emak-emak" di ruang pergulatan bahasa gaul, dan kemudian menjadi milik semua orang. Kalau saja om Derrida si Bapak dekonstruksi jaman posmodern melihat hal tersebut, mungkin dia akan tersipu malu. Kenapa? Karena dia pasti tahu "the power of emak-emak".

Derrida lebih memilih tersipu malu daripada bersilang bantah dengan emak-emak, karena khawatir diomelin. Sakit sih enggak, tapi malunya itu lho! Lagian, apalah daya seorang Derrida yang cuma bisa berfilsafat di ruang perpustakaan, sementara om polisi di jalanan saja tak berdaya melihat "emak-emak" naik motor metik ngidupin lampu sein kiri tapi beloknya ke kanan. 

Mungkin om Derrida hanya bisa berucap "That is a real dekonstruction"! mungkin...mungkin lho yaaa...soalnya saya sendiri tidak tahu pasti isi hati dan pikiran om Derrida yang meninggal tahun 2004.

sumber gambar : https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-dekonstruksi/116623
sumber gambar : https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-dekonstruksi/116623
Karena munculnya "emak-emak", istilah "ibu-ibu" yang sejatinya lebih luas dan elegan seolah ditempatkan jadi milik masa lalu yang aneh karena bersifat baku, resmi dan kaku---yang tak cocok bagi kekinian yang lebih bersifat cair, non-formal, semau gue, tanpa sekat atau kasta. 

Dari hasil Dekonstruksi, "emak-emak" itu membawa pemberontakan, atau keinginan terbebas dari keterkungkungan dari dunia baku dan kaku.

Istilah "emak-emak"  seolah jadi produk kultural baru, dan tipe teoritisasi baru tentang dunia sosial masyarakat saat ini. Pen-dekonstruksi-annya merupakan salah satu hasil dari tabiat posmodernisme yang sering mengangkat "masa lalu" atau "yang di belakang" kemudian diolah dan disajikan pada masa kini dalam kemasan yang lebih lentur, tapi juga kaku. 

Menyolok tapi juga buram --oleh setting beragam peristiwa yang melibatkan emak-emak. Besar tapi juga tidak kecil. Milik orang kota tapi masih kepunyaan orang kampung. Berada di etalase metropolis tapi bernuansa teras desa. Dan lain sebagainya. Begitulah posmodern yang ambigu membawakan "emak-emak" ke ruang publik masa kini.

Beruntunglah dekontruksi-isme yang merupakan anak kandung posmodern mampu mengemas dan membawakannya dengan sangat rileks ke ruang publik, sehingga setiap orang tak lagi mempermasalahkan abiguitas itu---atau bisa jadi pura-pura tak tahu. Mereka tak mau pusing, dan lebih memilih mengunyah dan menikmati kehadiran "emak-emak" secara riang gembira.

Zaman posmodern seperti sekarang ini, keberadaan "emak" kemudian diangkat (kembali) ke dalam kekinian sehingga berada di depan. Istilah "emak-emak" yang dulunya terdengar "ndeso" dan sangat "lokal" kini jadi "nggaya" dan "Indonesia" setelah mampu merebut ruang publik masa kini secara lebih luas.

Dari orang-orang kampung di atas gunung sampai para selebriti terkenal yang malang melintang di panggung hiburan pakai istilah emak-emak di ruang sosialnya.

Dari para orang tak makan sekolah di pinggiran kali berbau sampai kaum intelektual pakai istilah emak-emak di atas menara gadingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun