[caption id="attachment_351695" align="aligncenter" width="500" caption="sumber gambar : http://normansatria.files.wordpress.com/2013/04/wpid-xxxx1.jpg"][/caption]
Sebenarnya Kompasiana itu baik hati dan tidak sombong. Tapi pada momentum di sudut tertentu Kompasiana jadi kejam, tidak ber-perikepenulisan, diskriminatif malu-malu dan suspect sesat pikir. Apa pasal? Ribut-ribut soal Centang Biru akhirnya menyibak misteri dibaliknya. Banyak Kompasianer jadi saksi ahli dengan opininya, laksana sebuah wahyu dan bagai rusa merindu di musim kawin. Di sini frasa Inspiratif jadi diktum paling benar dan dibela untuk me-labeling tulisan ‘yang baik dan dipercaya’.
Inspiratif itu apa sih?
Dengan cara awam, pengertian Inspiratif itu memberi manfaat bagi banyak orang, penyampaiannya dilakukan dengan sopan, bersifat normatif dan sesuai wahyu para nabi penulis. Tulisan Inspiratif itu memuat pesan langsung, sebuah manual book yang menuntun pembaca untuk berbuat baik, dan seterusnya dan seterusnya. Pada posisi inilah legitimasi ‘baik dan dipercaya’ merayakan pencapaiannya. Kemasannya sungguh elok rupawan dengan logo dan merk yang menuju branded.
Kesadaran yang ditampar
Namanya saja ditampar tentu saja menyakitkan, kasar, tak normatif, serta tak sesuai para wahyu para nabi. Menampar kesadaran lewat gaya tulisan tidak normatif sejatinya juga membangun kondisi inspiratif, misalnya dengan gaya Kenthir dan Satire. Saat membacanya mungkin bisa bikin mual dan jengkel. Penulisnya dicap berpikiran sempit dan picik. Tak apalah, itu konsekuensi yang sudah dipikirkan sebelumnya. Si Penulis seperti bermain di zona kata kesunyian, seperti sastrawan jatuh cinta sambil sakit gigi atau sedang sakit gigi tapi tak mau menyadari sedang jatuh cinta. Mereka berada jauh dari sorot pujian, simpati atau tepuk tangan. Yang ada hanyalah ragam telunjuk menuding.
[caption id="attachment_351696" align="aligncenter" width="544" caption="sumber gambar : http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2011/03/13006475341256246481.jpg"]
Setelah membaca dan serasa ditampar, pernahkah kemudian anda menjadi tergugah karenanya dari yang tadinya tidak terpikirkan menjadi bagian dari pikiran? Kalau tidak, berarti anda tak punya pikiran walau gumpalan otak masih bercokol manis dalam batok kepala. Kalau ‘ya’ maka anda adalah orang yang paling berbahagia di dunia karena anda bisa mual sambil menggelinjang, dan jengkel sambil mengurut secara paripurna urat geli yang keseleo. Anda tidak lagi hanya mendengar cerita dari kaum bijak dan pintar atau para leluhur tentang hikayat mual atau legenda jengkel yang membuat anda seolah-olah sehat, tapi sebenarnya sakit. Pada situasi tersebut, tidakkah (juga) sebuah inspiratif? Hanya kali ini, kemasannya sungguh tak elok seperti daun pisang dibanding keranjang parcel gratifikasi.
Membuat tulisan kenthir dan satire butuh penguasaan masalah secara fokus dan perenungan mendalam. Selain itu harus mampu menjadi penjajah kata dan kalimat serta mengakuisisi setiap diksi untuk mendapatkan profit emosional pembaca. Bukan sekedar mengulang berita mainstream dengan lain kereta kata.Sebagai sebuah opini tidak biasa, kenthir dan satire mungkin penuh subyektifitas. Tapi disitulah harga dan nilainya bertahta. Masih kurang inspiratif ? Kalau begitu, mari sama-sama kita berobat.
Salam Kompasianer Kenthir