Tiba-tiba mengemuka ada pansus Kabut asap, di tengah pansus Pelindo II yang belum ada ujung pangkalnya. Alasan progresif dikemukakan kalau Pelindo II kecil dibandingkan kabut asap. Benarkah demikian?
Memang benar bahwa “korban” dan kerugian Pelindo II jauh lebih kecil dibandingkan kabut asap. Baik materi ataupun non materi jelas sangat besar dari kabut asap. Menarik adalah siapa punggawa yang menghembuskan pelindo II tidak besar dibandingkan kabut asap. Demokrat. Seolah-olah benar bahwa kabut asap itu besar, dan pelindo kecil, tidak perlu menghabiskan energi. Mengapa demokrat berteriak. Ada kepentingan, karena pertama, ada panggung untuk menuju jalan penggulingan pemerintah, meskipun masih jauh karena harus melewati MPR dan di sana ada menhut yang lalu, bisa gembos di sana.
Kedua, soal pelindo yang hendak “dikerdilkan”, mengapa? Apakah ada agenda yang hendak disebunyikan? Soalnya pelindo bukan baru kemarin ada. Sejak 2013 kalau tidak salah, crane telah diadakan. Kabut asap meskipun berlarut-larut bisa terhenti dan terkonsentrasi kali ini saja. Patut diperhatikan mengapa gencarnya mengerdilkan kasus pelindo.
Ketiga, kasus pelindo adalah korupsi, berbeda dengan kabut asap yang selain tingkah manusia, dalam hal ini pembakar lahan, ada kelalaian pemerintah yang telah diakui, namun faktor alam juga ada. Bukan hendak membela bahwa kabut asap tidak bahaya, mengapa tidak keduanya berjalan sekalian, kalau memang DPR mampu dan makin kedodoran di bidang legeslasi.
Keempat, jalan mengerdilkan arti korupsi yang kecil. Akibat jangka panjang sangat merusak dan menghancurkan. Korupsi bukan hal yang main-main dan bisa dibandingkan dengan kasus yang lain. Kalau mau keren dan memang berjuang demi bangsa dan negara serta kesejahteraan rakyat, lakukan saja keduanya, meskipun saya yakin mereka tidak akan mampu, bukan tidak mau, namun tidak mampu.
Pengawasan dewan itu mutlak perlu dan sangat penting, namun jangan asal saja menghadapi pemerintah, apapun yang dilakukan salah dan bahkan dikondisikan untuk gagal, contoh terbaru soal RAPBN jelas-jelas lebih kelihatan sisi mengganjal daripada mengkritisi. Tuga dpr bukan hanya oengawasan namun juga legeslasi, yang hingga detik ini masih jauh dari target sendiri, bagaimana mkalau yang memberikan beban itu adalah lembaga independen atau rakyat sebagai pemilih?
Selalu saja yang dikedepankan fungsi anggaran yang memiliki porsi tidak dominan sejatinya, namun karena mengguntungkan mereka dorong ke depan dan makin menggiurkan. Perlu sadar diri dan tahu diri bahwa tugas mereka masih banyak tidak perlu mencari-cari beban yang mereka sendiri tidak tahu dengan baik. Lebih mengerikan menilai kecil suatu masalah karena adanya kepentingan di sana.
Saatnya bekerja dengan serius dan sungguh-sungguh bukan mencari keuntungan dan keperluan sendiri dan kelompok. Setahun belum menghasilkan apa-apa terlalu banyak wacana. Ide dei ide namun mampu menyelesaikan dengan menggerogoti lembaga lain. Jangan lupa dan abai rakyat makin cerdas, kalau kalian makin bodoh, maaf waktunya kalian belajar lebih banyak lagi, bukan untuk mencuri tapi mengabdi.
Kedua persitiwa itu sangat penting dan dua-duanya mendesak untuk diselesaikan, namun bukan pansus dpr, biarkan penegak hukum, polisi, jaksa, dan KPK bekerja. Mana hasil kerja dpr baik pengawasa, legeslasi, apalagi anggaran yang mikir rakyat? NOL. Bekerja saja jangan buat heboh dan gaduh tanpa isi.
Salam Damai