Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Banjir Jakarta, Politis, Azab, dan Perilaku Abai

11 Februari 2020   13:49 Diperbarui: 11 Februari 2020   13:54 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Komunikasi dengan semua pemangku kebijakan jelas juga pilihan politik. Mau ugal-ugalan dan merasa benar. Atau dengan kesadaran bahwa itu perlu penanganan bersama. Soal istilah tidak menjadi penting. Lha nyatanya masih saja tiap hujan sedikit deras dan lama, banjir melanda. Tidak berkaitan sama sekali dengan posisi atau curah hujan sejatinya. Kehendak manusia yang memiliki tangung jawab untuk mengelola.

Azab.

Azab dalam konteks sebagai nasihat, peringatan, dan sapaan, bukan dalam konteks hukuman sangat bisa diterima. Orang disapa untuk menghormati alam ciptaan. Manusia yang diciptakan sempurna itu juga memerlukan alam dan mengelola dengan bijaksana.

Namun jika berbicara azab sebagai hukuman, apalagi mengaitkan dengan politik atau perilaku manusia secara khusus, dengan berbagai alasan dan argumen. Sangat susah menerima azab dalam konteks yang ini. Toh mau salah atau benar, apapun tetap terkena banjir kog. Lha apa iya Tuhan menghukum orang yang tidak bersalah? Jika demikian di mana Mahaadilnya coba?

Perilaku Manusia.

Ini jelas paling dominan. Penghargaan akan alam ciptaan rendah. Paling parah adalah membuang sampah di sungai dan saluran air. Lha bagaimana air bisa mengalir dengan leluasa jika kalinya penuh sampah? Ini jelas bukan perbuatan Tuhan bukan? Namun manusia yang ceroboh.

Nah politik berkait, bagaimana mereka, para elit itu mengedukasi warga, atau mengalah dengan melakukan pengerukan secara rutin. Ini jelas lagi-lagi pendidikan warga dan keputusan politik yang perlu keberanian dan mahal memang ongkosnya.

Perilaku manusia lagi, yang enggan kerja keras dengan menyapu halaman. Piihan emoh memelihara pohon dan melakukan penebangan. Lebih enak tanaman dalaam pot. Padahal jelas ada dua kerugian besar soal pohon gede makin sedikit. Penyerap air menjadi berkurang, akhirnya bablas dan banjir. Dampak lain adalah volume oksigen yang dihasilkan juga makin sedikit.

Belum lagi, ketamakan manusia untuk menguasai sungai. Bagaimana luasan sungai makin sempit. Pendangkalan baik alami apalagi yang perbuatan manusia makin parah. Lagi-lagi ini keterlibatan manusia juga cukup gede dan signifikan,

Tidak lagi waktunya untuk mencari siapa yang paling berperan. Jauh lebih penting adalah perubahan sikap baik elit apalagi masyarakat. Jangan kemudian abai ketika sudah musim kemarau. Panen saat penghujan tidak hanya cukup dengan hujatan. Ubah perilaku dan sikap di dalam memelihara alam. Plus sikap bertanggung jawab secara politis sebagai pemangku kebijakan agar semua bisa berjalan dengan semestinya. eLeSHa.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun