Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Arogansi dan Egoisme dalam Kisah Penghentian Ibadah hingga Bom Bunuh Diri

13 November 2019   18:38 Diperbarui: 13 November 2019   18:41 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arogansi dan Egoisme dalam Kisah Penghentian Ibadah  Hingga Bom Bunuh Diri

Sejarah kembali terulang, mirisnya hanya dalam hitungan hari demikian banyak kisah arogan, egoisme, dan pemaksaan kehendak serentak terjadi. Miris sejatinya, bagaimana bisa premanisme menjadi-jadi di tengah bangsa yang sedang hendak mengejar kekurangan dan ketertinggalan. Nada dasarnya sama, egoisme dan arogansi sektarian.

Kisah Penghentian Ibadat di Bantul.

Miris lagi-lagi atas nama kelompok lebih banyak memaksa yang sedikit untuk mau tunduk pada pemahaman dan penafsiran yang banyak. Aktivitas keagamaan di rumah atau tempat tinggal itu ada, wajar, dan semua agama juga melakukan kog. Kecuali rutin, tiap waktu tertentu, dan menggangu ketertiban dan kepentingan umum, dihentikan bolehlah. Toh tidak jarang yang dominan, kelompok banyak itu sepihak, menutup jalan biasa saja. Tidak usah bicara agama A atau B, yang dominan biasanya sembarangan.

Nada dasarnya, arogansi dan egoisme sempit, sepihak, dan tidak taat azas. Toh di mana-mana terjadi, tidak banyak yang terjadi penghentian, berarti yang menghentikan yang ada masalah.

Kisah Penghentian Pemutaran Film

Lagi-lagi kisah terulang, dan juga nada yang sama, oleh kelompok yang identik. Penafsiran sendiri, tanpa mau tahu esensi apa karya seni itu isinya. Bedhul, bodoh berulang, tidak mau belajar, pokok-e menjadi andalan. Miris, masih saja berulang, oleh ormas yang sedang "liar", izinnya masih mati, belum ada izin baru.

Arogan dan egoisme, merasa diri pasti benar pihak lain salah. Ini negara demokrasi, bukan negara bar-bar yang bisa menafsirkan apapun dengan dalil sendiri atau kelompok.

Penembakan oleh Anak Pejabat

Berita miris lagi terulang, ini zaman modern, negara Indonesia, katanya Pancasila, beragama pula, namun menyelesaikan masalah dengan pistol. ASN, anak bupati lagi. Jika itu dua dasa warsa lampau sangat biasa, anak petinggi negeri petentang-petenteng, lah kalau dia jadi pengusaha dan pejabat era itu, pasti hilang duluan dia.

Perilaku ugal-ugalan karena kekuasaan dan kekuatan itu bukan sekali dua kali terjadi, berkali ulang, mungkin seolah biasa saja. Kasus bisa tiba-tiba menguap. Ingat anak pejabat bawah umur menabrak orang, atau pejabat menampar petugas karena terhina. Ada pula anak menteri menjadikan petugas kebersihan sebagai pemilik usaha untuk ikut proyek di kementrian babenya. Deretan panjang akan hadir jika melaporkan hal demikian memalukan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun