Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kelucuan Pemilu 2019 Mengalahkan Nunung Srimulat

21 Juli 2019   09:00 Diperbarui: 21 Juli 2019   09:51 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika ini berhasil jangan kaget semua calon yang merasa berjasa akan berlomba-lomba ke pengadilan negeri. Kan cilaka, buat apa pemilu jika demikian. Miris melihat kelucuan mereka ini.

Kemungkinan lain, orang yang tidak cukup tahu diri demikian ini, bayangkan memiliki kekuasaan dan kemungkinan menjadi pengatur, bagaimana hasil dan buah pikir mereka coba?  Tahu diri saja tidak mau, apalagi mau tahu keberadaan rakyat dan negara.

Kekalahan itu faktor pemilih, bukan karena photo yang sudah mengalami rekayasa dengan perangkat digital. Memangnya semua yang cantik jadi dan semua yang tidak jadi itu jelek? Tidak bukan. Nah ketika ada yang menggugat dengan dalih karena photonya tidak asli, sudah terlalu banyak rekayasa, toh masih asli orang yang sama.

Apakah bisa dibuktikan bahwa karena faktor gambar yang dinilai lebih cantik pemilih itu tergerak memilih. Nyatanya sekarang jelas-jelas maling, jelas-jelas radar KPK meraung-raung mengatakan dia maling saja masih menang kog. Pemenang itu masih sebatas tenar, bukan soal cantik atau yang lainnya. itu penting.

Mengapa kelucuan jauh lebih  mengemuka daripada kecerdasan dan melek politik?

Pertama, ini imbas dari pilpres yang lawan sama dari periode yang lalu. Kekuatan pun sama-sama tahu jomplang, dan itu perlu ekstra cerdas bersikap untuk menang. Nah kelucuan sbagai bukti ketidakberdayaan mengejar itu dipakai terus. Urusan pokok e menjadi kunci melahirkan kelucuan demi kelucuan mahal itu.

Kedua, mereka tahu dengan baik bahwa kemampuannya mentok, namun karena melihat peluang sekecil apapun perlu dipakai, melajulah mereka, meskipun lucu atau maaf konyol sekalipun. Toh masih ada peluang.

Ketiga, politik itu jalan tol di dalam kehormatan, mencari uang, kekuasaan, dan abai itu jalan pengabdian. Nah memaksakan kehendak yang ngaco sekalipun dilakukan demi meraih jalan tol meskipun sangat kecil kemungkinannya sekalipun.

Keempat, penghargaan dan penghormatan pada hasil akhir semata, bukan proses. Orang seharusnya malu ketika berlaku konyol, namun toh sudah mabuk dengan jabatan, kekuasaan, dan kedudukan.

Apakah periode mendatang masih juga didominasi kelucuan dan maaf ketololan yang sama? Semoga menjadi lebih baik dan menjadi lebih berkelas demokrasi bangsa ini.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun