Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bencana dan Sikap Abai Kita

4 Oktober 2018   18:50 Diperbarui: 4 Oktober 2018   18:53 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nah ketika meletus, jatuh korban, baru semua berteriak seolah ahli dalam ilmu mengenai gunung api. Padahal sejak lama sudah dijadikan pemukiman dan ladang yang demikian menjanjikan, tanpa adanya peringatan apapun untuk mengurangi risiko bencana, pemindahan kawasan hunian dan perladangan juga tidak ada. Jika mau mau dijadikan kawasan bebas hunian akan susah juga, mana ada kemampuan untuk itu.

Memang sangat tidak mungkin mengenai gempa bisa untuk dinyatakan akan terjadi atau tidak, namun paling tidak ada beberapa indikasi yang bisa dijadikan peringatan dini. Toh hal itu belum menjadi pertimbangan dengan sepenuhnya. Bagaimana konon Hambalang yang jadi sumber megakorupsi itu pun di kawasan yang tidak aman secara umum. Ada kemungkinan bisa menjadi potensi bencana yang membahayakan. Coba menjadi pusat olah raga dan pendidikan kemudian ada bencana, pemerintah lagi yang disalahkan?

Sawah dengan mudah dijadikan alih lahan untuk menjadi pabrik, perumahan, dan pertokoan. Padahal masih banyak lahan lain yang bisa dijadikan lokasi hunian, bukan malah mengeringkan sawah, dua hal yang bisa sangat menjadi kerugian, pertama soal produksi bahan pangan, dan daerah resapan air.

Jelas pembabatan hutan untuk menjadi kebun industri seperti sawit, karet, dan sejenisnya secara tidak bijaksana jangan kaget itu menjadi biang masalah. Dua hal, pertama pembukaan dengan pembakaran bisa menjadi panen kabut asap. Kedua akan menjadi lagi-lagi soal resapan air yang berpotensi banjir lagi dan lagi.

Beberapa hal memang di luar kuasa manusiawi dan itu tidak laik juga jika dijadikan klaim sepihak bahwa itu adalah hukuman dari Tuhan dengan dalih ini dan itu. Apa iya Tuhan itu sependendam itu? Lihat bagaimana semua agama menyebut Tuhan sebagai Mahacinta bukan? Apapun istilah dan bahasanya, toh secara hakiki sama.

Sepakat bahwa Tuhan bisa saja memberikan peringatan bagi manusia agar bijak di dalam hidup bersama dan mengusahakan alam, namun apa iya, Tuhan itu sepicik manusiawi, yang marah pada yang tidak berkenan kepada-Nya? Coba renungkan dengan kepala dingin, hati yang damai, apa iya pasti korban itu pendosa dan yang melakukan maksiat? Jika jawaban pilihan Anda iya, mengapa bukan Senayan yang penuh kebohongan, intrik, dan jahat itu dulu?

Boleh membawa segala sesuatu ituu bersifat spiritual, ada Tuhan di balik semua peristiwa, namun jangan juga karena berbeda pilihan politik kemudian menglaim Tuhan menghukum yang berbeda dan menyelamatkan yang sama. Ini sesat. Tuhan tidak demikian. toh matahari bersinar bagi orang baik dan orang jahat bukan? Termasuk juga di sana aalah bencana.

Beberapa bencana alam memang kuasa alam dan kehendak Tuhan yang tidak bisa manusia kendalikan, namun toh manusia diberikan kemampuan untuk mengurangi risiko. Di sanalah peran ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan manusia terlibat dan ikut terlibat.

Jangan lagi ada tudingan kepada Tuhan yang melakukan peringatan dan pemerintah yang salah ketika nanti banjir, padahal karena ulah kita sendiri. Itu salah kita semua yang mau enaknya sendiri, tidak mau diatur, dan jahat terhadap alam. Ekplorasi dan eksploitasi tidak bijaksana.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun