Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Agama Politik, Politik Agama, dan Ketergantungan Manusiawi

2 Desember 2017   09:12 Diperbarui: 2 Desember 2017   13:35 7313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Agama politik seakan menjadi momok yang menakutkan pada alam demokrasi Indonesia, apalagi ketika disematkan menjadi surga dan neraka ketika memilih dan tidak memilih partai politik atau pilihan politik tertentu. Sejatinya tidak demikian dengan adanya agama yang menjiwai perpolitikan. Pelaku politik atau politisi bukan politikus, hidup berpoliiknya berdasar agama, apapun agamanya. Lebih manusiawi, sadar, damai, dan tidak membenarkan segala cara demi hasil. Apa beda dengan fasisme kalau menggunakan segala cara demi hasil diri sendiri. Mengapa bangsa ini, masyarakat bangsa ini masih mudah "ditakut-takuti" dengan agama? Tergantung. Masih tergantung akan agama, sangat takut akan lepas dari agama, butuh agama, padahal seharusnyalah orang itu takut pada Tuhan, tergantung pada Tuhan, bukan pada agama, yang sejatinya penuntun menuju Tuhan.

Saya tidak takut dikatakan ateis atau  komunis sekalipun jika menuliskan hal ini, sepanjang Tuhan tidak mengateiskan saya. Saya tidak pernah khawatir kekatolikkan saya ada yang mencemarkan, misalnya skandal dari oknum hirarkhi, atau adanya pelaku kriminal atau kejahatan oleh orang seagama, karena saya tidak berkurang baik pribadi atau iman saya. Saya peduli kebaikan agama dan Gereja, tapi kan saya tidak bisa berbuat lebih jauh misalnya ada perbuatan tercela yang ada.

Ketergantungan soal hidup surga atau neraka sering menjadi berpanjang lebar. Patut menyontoh perilaku hidup kaum suci apapun agamanya. Mereka toh melampaui agamanya kog, berani bercanda dengan keaadaan agamanya, berani melihat kekurangan yang dilakukan oknum agamanya, dan bergerak untuk memperbaikinya. Bagaimana mistikus (saya mengambil term Katolik), biar tidak dituduh menafsirkan bukan imannya, atau ada kejawen manunggaling kawula Gusti.

Mereka melakukan kebaikan, kebajikan, dan menjauhi hal-hal yang buruk selama di dunia ini. perilaku mereka bukan ingin surga, bahkan mereka tidak pedui jika Tuhan menempatkan mereka di manapun. Apa yang mereka lakukan sudah bebas pamrih, tidak berhitung soal pahala atau dosa lagi, karena mereka tahu Tuhan yang berhak atas "tempat" di mana mereka nantinya. Apalagi memaksa Tuhan untuk memberikan mereka tempat terbaik, tidak ada dalam kamus mereka.

Tuhan dan agama jelas jauh berbeda. Lebih tinggi dan mulia Tuhan. Jangan salah, jangan-jangan banyak yang belum sampai dan mengatakan agama sama saja dengan Tuhan itu sendiri. Beda jauh. Agama yang menjadi jalan, pedomanan, kompas, atau GPS,untuk bisa menemukan Tuhan.  Jika orang malah ribut karena gps-nya ada yang menilai alatnya tidak akurat dikritik, atau kompasnya ada yang mengganggap ketinggalan zaman dan perlu diganti, menyatakan Tuhan tidak pernah salah, jelas jauh panggang dari api. Bedakan juga pelaku agama dan tokoh agama dengan agama itu sendiri. Bisa agama itu tidak salah, namun orang yang menjalankan agama kan jelas bahkan pasti bisa salah.

Pihak-pihak yang menggunakan agama secara sempit, picik, dan bahkan jahat, banyak yang paham sebenarnya mereka salah, namun juga banyak yang memang tidak paham. Jauh lebih jahat yang mereka tahu namun mereka menggunakan ketidaktahuan orang lain sebagai sarana mendapatkan keuntungan. Lebih banyak orang takut masuk neraka, meskipun menghianati kemanusia.  Hal ini dimanfaatkan dengan maksimal oleh pelaku agama dan politikus busuk demi jalan aman dan murah serta mudah bagi mereka. Entah mengapa gaya ini era 80-an kembali berlaku, dulu, partai P3 dengan lambang Ka'bah juga mengatakan kalau tidak memilih partai ini masuk neraka. Toh pemilu 87 hal itu hilang, eh muncul lagi di tahun 2010 ke atas ironisnya. Pelaku jahat ini tahu bahwa mereka ngerti dengan baik, kalau piihan dunia tidak akan berkaitan dengan surga atau neraka. Pilihan dunia, demokrasi tidak berkaitan dengan surga atau neraka. Beda jika pelaku itu yang menyesatkan orang demi kepentingan diri sendiri.

Ketergantungan pada kata orang, keyakinan publik, dan kebenaran oleh banyaknya pengikut.  Masyarakat di sini masih banyak yang belum percaya diri. Masih lebih percaya kata orang biasanya pemimpin, pemuka agama, dan kadang bahkan orang kaya. Mental terjajah masih begitu kuat. Sehingga mereka sangat tergantung pada komunitas di lingkungannya. Sering terdengar, tidak enak dengan tetangga, tidak enak kalau berbeda, tidak enak kalau mendahului, dan sebagainya dan sebagainya. Hal ini lagi-lagi dimanfaatkan oleh pelaku agama dan politik jahat yang mencari keuntungan mereka sendiri.

Agama tidak salah, politik tidak buruk, dan menjadi jahat dan jelek ketika dilakukan oleh orang yang mencampuradukkan sesuai kepentingannya sendiri. Orang dibuat tergantung dengan hal yang mereka paksakan dipahami, padahal jelas masyarakat tidak paham, karena ketakutan. Apalagi diperparah ketika ketakutannya itu dikaitkan dengan kehidupan yang akan datang.

Kehidupan yang akan datang itu ya tergantung Tuhan mau menempatkan di mana. Apa yang menjadi kewajiban manusia adalah melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Terbaik tentu sesuai tuntunan agama, dan toh agama apapun sama kog, berciri damai, cinta kasih, rukun, tenang, dan hal-hal baik.

Salam

Sumber Inspirasi : Awareness

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun