Penipuan demi penipuan selalu lahir. Mengapa demikian? Adanya gaya hidup instan yang makin menguat. Kekayaan tanpa kerja keras menjadi sebuah pilihan yang menjanjikan. Di sisi lain banyak orang mudah tergiur karena adanya artis, pesohor, atau orang terkenal lainnya yang mengiklankan langsung mau. Sikap kritis yang masih perlu mendapatkan pembinaan dan pendidikan terus menerus.
Prinsip yang mudah terpengaruh
Sikap kritis dan suka mencari informasi lebih luas belum menjadi gaya hidup modern bangsa ini. Lebih mudah percaya kata orang membuat penipuan demi penipuan  berjalan marak dan seolah tidak ada akhirnya.  Model yang berubah namun intinya sama, melakukan pembodohan pihak lain demi kepentingan diri sendiri.
Sikap Rasional yang masih kalah oleh perasaan
Soal agama selalu laris manis karena ranah rasional agama dikesampingkan. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan para pencari untung untuk memperoleh jaminan hidup pribadinya. Dunia politik pun demikian, apalagi bisnis. Saatnya rasionalitas di dalam area spiritual juga dipakai.
Pemerintah bukan membayari mereka berangkat, namun membuat aturan dan pembinaan agar rakyat tidak lagi menipu dan tertipu lagi.
Sikap kritis.
Jika murah namun tidak mungkin, harusnya sudah mikir dulu, pasti ada apa-apanya. Sikap ini jauh dari kebiasaan bangsa ini. Karena tidak pernah diajarkan untuk berpikir kritis. Pilihan ganda dalam pendidikan meninabobokan untuk tidak mau susah payah dan mikir panjang.
Agama itu spritualitas bukan semata ritual
Gaya hidup dan pakaian, ungkapan suci, gelar masih menjadi tujuan di dalam hidup beragama. Itu penting namun bukan yang utama. Perubahan perilaku, tidak semata karena uang bukan? Jika kesadaran ini tercipta dan agama ada pada ranahnya, Â harapan bahwa penipuan dengan ekdok agama akan bisa dikurangi.
Kerja keras dan hasil akan diperoleh