Mohon tunggu...
Patricia Valerie Santoso
Patricia Valerie Santoso Mohon Tunggu... Jurnalis - Pelajar

PATRICIA VALERIE SANTOSO

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kultur Jaringan dengan Gen Plasma Nutfah

24 Agustus 2019   18:20 Diperbarui: 24 Agustus 2019   18:24 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan memang terbebas dari segala penyakit sehingga menghasilkan tanaman yang sempurna. Kemajuan teknologi itu justru dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan agar mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan tanaman asing. 

Untuk meraih keuntungan yang lebih besar, negara tersebut berpikiran untuk mengembangkan tanaman itu di negaranya dalam jumlah yang besar. Tetapi tanpa disadari, hal itu malah berdampak negatif bagi lingkungan dan keanekaragaman hayati yang ada. 

Populasi tanaman yang baru akan mengalahkan populasi tanaman lokal yang ada dan bahkan tanaman lokal negara tersebut akan berkurang seiring berjalannya waktu hingga akhirnya punah. Jika gen plasma nutfah lokal telah habis, maka hanya akan tersisa gen plasma nutfah rekayasa secara genetis. Hal itu dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem  dan rantai makanan menjadi tidak seimbang. Oleh karena itu, kultur jaringan harus dilakukan secara efektif dan tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Kultur jaringan harus didasari oleh bioetika. Bioetika adalah pedoman dalam pengambilan keputusan untuk para ilmuwan agar tidak menimbulkan kerusakan bagi kehidupan. Pengambilan plasma nutfah ini harus dibatasi dan tetap memperhatikan kualitas dan produktivitas negara asal. Generasi selanjutnya harus dapat menikmati ketersediaan alam secara utuh. Indonesia memiliki plasma nutfah yang sangat melimpah, ribuan spesies flora dan fauna tumbuh dan berkembang di seluruh Indonesia. Masalahnya, Indonesia belum bisa memanfaatkan plasma nutfah itu dengan seutuhnya. Hal ini justru dimanfaatkan para peneliti dari negara lain untuk mengambil plasma nutfah di Indonesia, negara yang diambil plasma nutfahnya akan dirugikan. Sumber daya hayati pada negara berkembang akan berkurang, padahal keanekaragaman hayati menjadi faktor penting dalam pengaturan iklim secara global.

Sebenarnya bagaimana plasma nutfah bisa dipindahkan dari suatu negara ke negara yang lainnya? Mengapa mereka bisa lolos dari karantina?

Telah dijelaskan bahwa kultur jaringan dikembangkan pada kondisi yang aseptik sehingga terbebas dari penyakit. Sedangkan karantina akan dilakukan pada hewan atau tumbuhan yang dapat menyebarkan virus dan penyakit berbahaya. Karena itulah mengapa kultur jaringan mudah dipindahkan ke negara lainnya.

Jadi sebenarnya suatu negara boleh mengambil gen plasma nutfah dari negara lainnya apabila memperhatikan segala kelebihan dan kekurangan yang ditimbulkannya. Apabila untuk keperluan tertentu yang menguntungkan, pengembangan gen plasma nutfah dari negara lain dapat dilaksanakan dengan bijak. Tetapi sebaiknya mengambil plasma nutfah dari negara lain dihindari karena lebih baik jika mengoptimalkan sumber daya hayati lokal yang berkembang di suatu negara itu sendiri.

Terima kasih dan semoga bermanfaat :^

DAFTAR PUSTAKA :

*https://www.generasibiologi.com/2011/08/kultur-jaringan-tumbuhan.html  (Diunduh 21 Agustus 2019)

*https://www.academia.edu/7389323/Makalah_Kultur_Jaringan (Diunduh 21 Agustus 2019)

*http://www.ebiologi.net/2015/12/Pengertian-teknik-kultur-jaringan.html?m=1  (Diunduh 21 Agustus 2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun