Mohon tunggu...
partokenthir
partokenthir Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Seks dan Hak Asasi Tuhan (HAT)

4 Mei 2016   14:14 Diperbarui: 4 Mei 2016   14:31 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DOKUMENTASI FOTO DARI: http://riaugreen.com/view/Seni---Budaya/6575/Misteri-Peradaban-peradaban-Kuno-Yang-Hilang-Didunia.html#.VymdsIR97cc

Ketimbang membuat Kompasiana ini sebagai sebuah artikel yang seakan tak bisa dibantah, saya justru ingin menjadikan saja ini sebagai wadah diskusi atau saling sharing. Sekalian saya ingin nanya, apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan “Pendidikan Seks” itu? Ini masih berhubungan dengan kasus Pemerkosaan Yuyun dan tergelitik dengan  artikel dari Boby Andika Ruitang yang berjudul “Indonesia, you have a rape culture problem, stop pretending that you don’t” bisa dibaca di link berikut: https://medium.com/@bobyandika/indonesia-you-have-a-rape-culture-problem-stop-pretending-that-you-dont-63d301bb021#.f9bqeyp9d

Saya memang belum pernah mendapatkan dengan apa yang disebut mata pelajaran tentang “Seks” di sekolah, makanya saya ingin bertanya pada yang pernah sekolah diluar negeri.  Seperti apa “Pendidikan Seks” yang sering dibicarakan itu? Tentu saja opini mereka yang pernah mendapatkan Pendidikan Seks secara langsung di luar negeri  lebih afdal daripada mereka yang sekedar mencari di Google.  Kurikulumnya seperti apa? Apakah sama seperti pelajaran Biologi di sekolah ketika membahas sistem reproduksi pada manusia? Apalagi si Boby Andika ini menuliskannya masalah pemerkosaan ini sebagai “Rape Culture Problem”.  Sudah menjadi kebudayaan, atau dengan kata lain sudah membudaya, benarkah?

Kalau –katakanlah- sekedar mengatakan secara literal “jangan memperkosa”, atau “jangan melakukan perbuatan seks yang menyimpang”,  bukankah ini sudah dijelaskan dalam pelajaran Agama di sekolah?

Sedih melihat kasus Yuyun, berharap tidak mau melihat berita yang serupa lagi.  Tapi lebih sedih lagi ketika kita mengaku kaum modern tetapi tidak bisa menemukan akar masalah dan solusinya.  Dengan kata lain kok malahan dari dulu terus berbelit-belit mencoba mencari solusi selayaknya ilmuwan tua yang mencari kacamatanya yang sedari tadi dikenakannya.  Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan awam yang sering bergelayut di pikiran saya, seperti:

- Bila ada yang menuduh Indonesia masih tabu tentang Seks atau pendidikan Seks, lalu kenapa Agama yang menjadi alternatif solusi juga ikut-ikutan dituduh Tabu? Bukankah nilai-nilai dalam agama sebagai penguat dan pelengkap nilai-nilai kultural yang sudah ada selama  ini bisa menjadi alternatif solusi?

- Validkah alternatif solusi “Pendidikan Seks” yang dikoar-koarkan oleh Barat (Amerika khususnya) dimana pada saat yang sama Amerika adalah salah satu pemilik Industri Porno terbesar di dunia dan menyerap keuntungan yang tidak sedikit dari situ?  Sama halnya ketika Amerika menyuruh menghentikan peperangan atau menginginkan perdamaian dunia tapi pada saat yang sama terus memproduksi senjata secara massal dan menjualnya ke Negara-negara berkonflik.

- Kenapa ketika ada ajaran agama yang menyuruh umatnya (terutama wanita) untuk berpakaian sopan malah dinyinyiri atau dikecam dengan dalih Hak Asasi Manusia?

- Kalau benar ini Hak Asasi Manusia (HAM) lalu apakah tidak ada yang namanya Hak Asasi Tuhan (HAT)? Lho kok tahu-tahu nyambungnya ke Tuhan? Ya kalau dalam perusahaan apapun bukankah pemegang saham juga diturutkan dalam diskusi dan dalam mengambil keputusan? Malahan keputusan tertinggi ini ada di tangan si pemilik saham terbesar perusahaan / komisaris. Lha yang punya alam semesta ini siapa? Yang punya manusia ini apa? Yang punya planet ini siapa? Saham orang tua kita mungkin tidak lebih dari seujung kuku, sekedar “Crut” saja, makanya kita disuruh patuh sama orang tua juga.  Tetapi Saham terbesar seluruh alam raya ini kan Tuhan yang punya toh? Kenapa kita tidak coba mendengar pendapatnya? Kenapa kita tidak mendengar apa yang sudah diputuskannya? Apakah karena takut bertentangan dengan keinginan kita?  

Kalau begitu Tuhan itu apa dan siapa kita? Kenapa kita butuh Tuhan disaat kepepet? Apakah Tuhan itu sekretaris kita? Apakah Tuhan itu pembantu rumah tangga kita? Apakah Tuhan itu digunakan sebagai pelicin saja supaya lancarnya usaha kita untuk mendapatkan kekayaan materi? Tidak peduli apapun agamanya tapi kenapa selama ini kita tidak pernah melibatkan Tuhan yang sebenarnya paling berhak atas diri kita dan alam raya semua ini? Apakah dianggap tidak modern? Apakah dianggap bertentangan dengan sains? 

Sains yang seperti apakah? Sains yang tanpa batasan nilai-nilai sehingga mampu menciptakan senjata Nuklir adalah parameter majunya teknologi dan peradaban? Sains yang mengabaikan nilai-nilai hingga mendegradasikan alam sekitar? Sains untuk menguasai alam atau untuk melindungi alam? Sains yang melawan alam atau sains yang berjalan beriringan dengan alam? Sains yang meninggalkan nilai sehingga seakan-akan manusia memiliki hak ekslusif, sekalipun untuk menghancurkan alam demi mencapai tujuan? Sains yang sama sekali tidak berpihak kepada kaum miskin? Sains yang menganggap segala hal yang berbau tradisi dan kultural adalah sebagai lambang keterbelakangan? Atau Sains Tauhid dimana manusia sebagai khalifah / wakil Tuhan di muka bumi ini? Dimana dia harus bisa mempertanggung jawabkan kepada Tuhan atas apa yang telah dia lakukan secara ilmiah? atau Sains Tauhid yang menyuruh manusia untuk melindungi serta berjalan beriringan dengan alam? Atau Sains Tauhid yang melarang menjadikan alam raya dan sesama manusia sebagai obyek eksploitasi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun