Mohon tunggu...
Pardomuan Gultom
Pardomuan Gultom Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIH Graha Kirana

Lecturer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nasib Pancasila dalam Kurikulum Nasional

24 Juni 2021   11:45 Diperbarui: 28 Juni 2021   21:49 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa waktu yang lalu terjadi penolakan atas Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan karena tidak memasukkan mata pelajaran Pancasila dalam kurikulum. Belakangan, akibat opini penolakan terhadap PP tersebut, Menteri Nadiem mengajukan usulan revisi kepada Presiden Jokowi.

Pertanyaannya, seberapa pentingkah Pancasila menjadi kurikulum pendidikan sehingga ia wajib dipelajari dalam pendidikan formal? Apakah hubungan Pancasila dengan pendidikan? Bagaimana kebijakan pendidikan di Indonesia dalam membuat terobosan dalam metode pembelajaran, khususnya bidang pelajaran Pancasila, sehingga tidak disebut indoktrinasi dalam upaya membentuk legitimasi kekuasaan? Lantas, Pancasila yang bagaimana yang hendak dijadikan kurikulum wajib sehingga dapat disebut mampu menjawab tantangan berbangsa dan bernegara? Untuk itu, perlu diulas korelasi antara pendidikan sebagai sebuah medium pembelajaran dengan Pancasila sebagai perangkat ideologi.

Pancasila dan Pendidikan

Pancasila sebagai dasar berdirinya Indonesia sebagai negara, tidak bisa dipisahkan dari kebijakan dalam penyelenggaraan negara, khususnya bidang pendidikan. Memformalkan Pancasila dalam bentuk kurikulum tanpa memahaminya sebagai dasar negara Indonesia yang merdeka, sebagai penuntun perjalanan kehidupan sebuah bangsa, dapat dikatakan seperti membangun menara gading atau membangun rumah di atas pasir. Tidak kokoh, mudah diterpa angin. 

Dalam istilah penulis, pendidikan Pancasila adalah "pendidikan filosofi kehidupan berbangsa dan bernegara". Dia tidak hanya dibatasi pada formalisme satuan pengajaran dalam lingkup sekolah dan kampus dengan model hafalan dan indoktrinasi, tetapi harus mampu membentuk karakter dan jiwa berbangsa dan bernegara yang kuat terhadap pemerintah dan rakyat.   

Pendidikan Pancasila harus dianggap sebagai bagian dari menjalankan Pancasila itu sendiri. Dia tidak bisa dianggap sekedar menjalankan perintah atau amanat undang-undang atau peraturan pemerintah, karena diatas itu semua Pancasila merupakan sumbernya, ruhnya.

Konsep Pendidikan

Seorang tokoh pendidikan, Prof. Dr. Henry Alexis Rudolf Tilaar, M.Sc.Ed. (H.A.R. Tilaar), suami dari Martha Tilaar, dalam bukunya yang berjudul "Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia" (1999), menggolongkan hakekat pendidikan dari dua jenis pendekatan, yaitu pendekatan reduksionisme dan pendekatan holistik integratif. Kedua jenis pendekatan tersebut mempunyai kesamaan di dalam memberikan jawaban terhadap persoalan hakikat pendidikan, ialah bahwa pendidikan tidak dapat dikucilkan dari proses pemanusiaan. Tidak ada suatu masyarakatpun yang dapat eksis tanpa pendidikan. 

Pendekatan reduksionisme melihat proses pendidikan, peserta didik dan keseluruhan perbuatan pendidikan, termasuk lembaga-lembaga pendidikan, telah menampilkan pandangan-pandangan ontologis maupun metafisis tertentu mengenai hakikat pendidikan. Pandangan-pandangan tersebut tidak menampilkan hakikat pendidikan secara utuh tapi sepihak berdasarkan sudut pandang yang digunakan. Dengan demikian proses pendidikan tidak dilihat secara keseluruhan.

Sedangkan pendekatan holistik integratif memandang pendidikan secara menyeluruh, tidak parsial. Hakekat pendidikan dalam pandangan ini adalah suatu proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan universal. Dalam hal ini, pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan, proses pendidikan berarti menumbuh kembangkan eksistensi manusia yang memasyarakat dan membudaya, dimana proses bermasyarakat dan membudaya tersebut mempunyai dimensi-dimensi waktu dan ruang.

Dengan demikian, hakekat pendidikan nasional sebagai rumusan ideal (das sollen) yang termaktub dalam Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional perlu membandingkannya dengan fakta empiris (das sein) dalam bentuk perkembangan kurikulum, khususnya pendidikan Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun