Mohon tunggu...
Panji Mulkillah
Panji Mulkillah Mohon Tunggu... -

Akun segala medsos : panjimulki

Selanjutnya

Tutup

Politik

Shock Doctrine Menurut Naomi Klein dalam Polemik Panas Bumi di Gunung Slamet

13 Oktober 2017   20:53 Diperbarui: 18 Oktober 2017   10:59 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketiga, pelajari sejarah bangsamu. Doktrin Syok senantiasa berulang meskipun telah berkali-kali ganti rezim. Kita dapat mengantisipasi apa yang terjadi jika kita mempelajari sejarah.

Keempat, ikuti aliran uangnya. Ketika kekacauan berlangsung, pasti ada segelintir pihak yang diuntungkan. Telusurilah siapa elit yang mengambil kesempatan dan kesempitan itu. Sadarkan massa untuk kembali ke persoalan yang utama.

Kelima, bangun rencana tandingan. Jika sejarah bisa berulang, maka sejarah pun bisa diciptakan. Keempat rencana sebelumnya hanyalah upaya defensif dan antisipatif untuk mengungkap krisis yang tengah berlangsung. Apa yang kemudian perlu dilakukan ialah menyusun agenda untuk perjuangan ke depan untuk tatanan kehidupan alternatif yang lebih baik.

Doktrin Syok pada Isu PLTP di Gunung Slamet

Tragedi 9 Oktober, yaitu pemukulan, perampasan barang-barang, dan penangkapan sejumlah massa, adalah respon yang diberikan pemerintah atas aksi penolakan PLTP di Gunung Slamet. Bagi beberapa aktivis yang terbiasa meladeni aparat dalam setiap aksi massa, ini adalah pertama kalinya di Purwokerto ada aksi damai yang direspon dengan represifitas aparat. Saya bisa bilang itu aksi damai karena memang tidak ada rencana untuk bentrokan pada waktu itu dari panitia aksi. Yang kami persiapkan malahan agenda sholawatdan Panggung Kebudayaan untuk mengisi jadwal aksi massa. Jelas sudah pada waktu itu massa aksi mengalami syok.

Sesaat sebelum saya ditangkap, saya dengar ada salah satu petugas yang menginstruksikan begini kepada anak buahnya, "Itu dia yang tadi siang, tangkap." Salah seorang teman saya dari warga yang terdampak pun bahkan tangannya retak kena pentungan polisi, pada saat dia sudah mengendarai sepeda motor untuk kabur. Aparat itu bilang, "Cepat pulang!" kepada teman saya. Saya mengamati bahwa represifitas ini dilakukan secara terencana. Apa sebenarnya rencana mereka? Tiga hari pasca Tragedi 9 Oktober, muncul sebuah berita di Suara Merdeka yang berjudul, Proyek PLTPB di Gunung Slamet Jalan Terus.Ditjen ESDM Kementerian ESDM tetap memutuskan bahwa proyek panas bumi di Gunung Slamet harus tetap dilanjutkan karena merupakan proyek strategis nasional, dalam rangka pemenuhan target listrik Jawa, Madura, dan Bali. Inilah Doktrin Syok.

Massa aksi telah menciptakan instabilitas karena menyerang proyek strategis nasional. Represifitas adalah balasannya. Wartawan bahkan ikut kena sasaran amuk aparat. Dan di saat orang-orang merasa syok, Pemerintah Pusat mengambil kesempatan itu untuk memutuskan bahwa proyek tetap dilanjut. Padahal pada 5 Oktober Bupati telah mengirim Surat Rekomendasi kepada Gubernur agar pengerjaan proyek PLTP di Gunung Slamet dihentikan sementara dan dievaluasi ulang. Namun Pemerintah Pusat tidak mengindahkan surat dari Bupati karena itu akan menghambat pelaksanaan proyek ini. Doktrin Syok bekerja.

Sehari setelah Tragedi 9 Oktober, massa melakukan aksi respon cepat. Ribuan orang berpartisipasi untuk menunjukkan solidaritas pada korban kekerasan negara, sekaligus mengecam tindakan represif aparat. Tanpa disadari, massa melakukan anjuran Naomi Klein yang kedua, yaitu abaikan larangan dan turun ke jalan. Hanya saja yang kurang perhatian dari aksi ini adalah tidak ada yang menyadari bahwa pada saat Bupati, Polres, dan massa aksi sedang saling bersitegang, PT SAE dan Pemerintah Pusat sedang duduk di atas menertawakan keadaan. Saya pribadi pun sedang dalam keadaan tidak berkutik karena tubuh penuh lebam dan kehilangan alat komunikasi karena disita aparat.

Saat ini, berita bahwa proyek PLTP di Gunung Slamet terus berjalan sudah mulai menyebar. Yang membaca berita itu tentu merasa kecolongan. Naomi Klein menunjukkan jalan bahwa yang perlu dilakukan saat ini ialah kembali ke persoalan utama dan bangun rencana tandingan. Karena hanya dengan cara demikianlah, massa akan dapat menciptakan sejarah.

(Baca juga tulisan saya yang lainnya di https://panjimulki.blogspot.com/ )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun